Senin 04 Mar 2013 22:44 WIB

Papua tidak Bisa Diperlakukan Seperti Daerah Lain?

Rep: dyah ratna meta novi/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
 Suasana kampanye salah satu calon pasangan Pilgub Papua di lapangan Timika Indah Kabupaten Mimika-Papua, Ahad (13/1).
Foto: Antara/Husyen Abdillah
Suasana kampanye salah satu calon pasangan Pilgub Papua di lapangan Timika Indah Kabupaten Mimika-Papua, Ahad (13/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Integrasi Indonesia dengan Papua diakui memang memiliki kelemahan. Hanya saja, menurut anggota DPD RI Provinsi Papua Barat, Wahidin Ismail, kelemahan itu mesti dipandang tantangan untuk menyatukan rakyat Indonesia dengan Papua lebih baik lagi.

Papua, ujar Wahidin, tidak bisa diperlukan seperti daerah lain sebab Papua memiliki kekhasan sendiri sebagai daerah. Untuk merawat Papua harus telaten dan sabar.

“Sebagai contoh, saat pemerintah pusat  menggulirkan dana otonomi khusus (otsus), maka penggunaan dana otsus itu harus didampingi pusat, tidak bisa dilepaskan begitu saja,” katanya katanya dalam Dialog untuk Redam Kekerasan di Papua di Gedung DPR/MPR, Senin, (4/3).

Pemerintah pusat, terang Wahidin, harus  mendampingi dan mengayomi warga Papua dengan telaten. Anak-anak Papua tidak bisa ditargetkan memenuhi standar pendidikan daerah lain di Indonesia. Salah satu alasan, sepulang sekolah mereka harus membantu orangtuanya di ladang.

Pendekatan terhadap masyarakat Papua, ujar Wahidin, memang khas. Papua sangat menghormati nilai-nilai  adatnya, sehingga pemerintah pusat saat mendekati Papua harus melakukan pendekatan kulturan seperti berziarah ke makam tokoh adat di sana. “Warga Papua tidak  cukup hanya  didekati secara struktural,”ujarnya.

DPD, lanjut Wahidin, sudah berusaha memfasilitasi berbagai aspirasi warga Papua ke instansi terkait, meski hasilnya masih kurang signifikan. Ia menegaskan eksekutif yang harus lebih aktif dalam mengatasi masalah Papua karena mereka eksekutornya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement