Senin 04 Mar 2013 18:04 WIB

Ormas Islam Desak Densus 88 Dibubarkan, Ini Komentar Pengamat Intelijen

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Heri Ruslan
Densus 88 membawa terduga teroris ke Mabes Polri, Jakarta
Foto: Antara
Densus 88 membawa terduga teroris ke Mabes Polri, Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA — Usulan Din Syamsudin bersama segenap Ormas Islam yang menginginkan Detasemen Khusus (Densus) 88 dibubarkan tak diamini oleh pengamat intelijen, Wawan Purwanto.

 

Menurut Wawan, poin utama dari kesalahan Densus 88 selama ini yang kerap dijadikan alasan untuk  dilakukannya pembubaran masih terlalu lemah.  Ia pun meminta masyarakat untuk tidak menggenaralisir kesalahan Densus 88 yang buruk dalam satu hal, kemudian dikatakan rusak semuanya.

 

“Kalau tuduhannya pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), ya evaluasi saja hal itu, jangan sampai malah membubarkan Densus 88-nya, itu sama sekali tidak akan menjadi solusi,” kata dia saat dihubungi Republika Online, Senin (4/3).

 

Wawan mengatakan, wajar jika Din merasa gerah dengan sikap Densus 88 yang seolah penuh kekerasan dan tak peduli pada HAM seseorang. Citra yang kadung tertanam pada Densus 88 inipun semakin diperparah dengan sikap terutup mereka pada masyarakat.

 

Memang menutup diri ini dianggap sebagai upaya kamuflase dari para anggotanya agar tak malah diincar teroris. “Tapi ini Sekaligus berdampak buruk pada hubungan mereka dengan masyarakat yang harus mereka lindungi,” ujar dia.

 

Maka tak heran, kata dia, Densus kian hari semakin tak disukai oleh masyarakat. Terlebih, ragam tudingan yang selalu menyudutkan Densus 88 tak dapat ditampik oleh mereka karena ketertutupan itu.

 

“Densus 88 dituduh ini itu, tapi tak bisa membela diri karena mereka tertutup. Ini memang menjadi buah simalakama bagi mereka,” kata dia.

 

Oleh sebab itu, dia mengatakan sudah saatnya para petinggi di Korps Burung Hantu ini membuka diri dan berdialog dengan masyarakat. Menurut dia, tujuan dari langkah ini ialah untuk mendekatkan diri Densus 88 dengan masyarakat. Sehingga, Densus dan warga dapat bergerak bersama memberantas terorisme.

 

“Sikap arogan Densus 88 jangan malah memunculkan musuh baru bagi mereka. Para petingginya harus bisa mendekatkan Densus 88 dengan masyarakat,” kata dia.

 

Wawan bercerita, sebenarnya di awal kemunculan pada tahun 2003, Densus 88 masih bersikap terbuka pada masyarakat. Mereka menurutnya masih intens melakukan dialog dengan masyarakat dalam upaya menyosialisasikan buruknya terorisme bagai nusa dan bangsa.

 

Namun, seiring dengan lincahnya aksi Densus 88 yang mampu membongkar jaringan terorisme, ini justru semakin menebalkan ketidaksukaan dari teroris. Dan mulailah, para teroris ini menurut dia mengincar langsung tubuh Densus 88 sebelum melakukan aksi teror.

 

Dia berujar, para teroris berpikir akan lebih mudah melakukan teror bila aparat yang anti pada mereka terlebih dahulu dimusnahkan. “Nah pemikiran teroris ini pada akhirnya disadari juga oleh para personil Densus 88,” ujar dia.

 

Wawan melanjutkan, Densus 88 yang dalam beberapa kali sukses melakukan penggerebakan ke kandang teroris mendapati fakta mengejutkan. “Para teroris ini ternyata sudah mengetahui identitas lengkap para petinggi Densus 88 dan memasukanya ke dalam agenda yang harus dilenyapkan dari muka bumi,” kata Wawan.

 

Ia melajtukan, fakta mengejutkan ini kemudian diperkuat dengan maraknya peristiwa bom buku yang beberapa tahun lalu pernah menjadi tren baru terorisme. Sejak saat itulah, mulai tahun 2011 Densus 88 kian menutup diri dari sorotan publik dan membiarkan citra mereka memburuk di mata masyarakat.

 

“Densus  88 tidak perlu sampai dibubarkan. Hanya perlu sentuhan sedikit saja untuk memperbaiki sikap, moral dan kinerja mereka,” kata Wawan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement