REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mengatakan kebijakan ganjil genap memerlukan survei. Dia mencontohkan, di Gatot Subroto 70 persen orang teredam kebijakan 3 in 1. Namun, jika 3 in 1 diganti dengan kebijakan ganjil genap, hanya mengurangi kendaraan 30 sampai 40 persen.
''Tambah macet disitu,'' ujarnya usai menerima paparan dari Dinas Perhubungan dan konsultan, Senin (25/2). Menurutnya, selama ini 3 in 1 berkontribusi mengurangi kemacetan. Namun, sanksi terhadap pelanggaran 3 in 1 yang masih menjadi permasalahan.
Karena itu, dia menilai, jika kebijakan ganjil genap digulirkan, apakah harus ada kombinasi dengan 3 in 1. Dia menilai evaluasi 3 in 1, belum pernah dilakukan pihak pemprov DKI Jakarta terkait kegagalannya. Sebab, banyak yang menggunakan joki.
Ahok mengatakan prinsip ganjil genap harus dilakukan secara menyeluruh yang intinya pembatasan kendaraan supaya memindahkan orang ke kendaraan umum. Dengan begitu, upaya tersebut mendorong bus reguler diperbaiki. Sementara itu, pengawasan akan dilakukan dengan penempelan stiker. Stiker tersebut akan diadakan gratis dengan anggaran Rp 12,5 miliar atau antara Rp 4.000 - 4.500 per stiker.
Dia menilai masih adanya penolakan ganjil genap oleh warga sebesar 70 persen terjadi, karena sosialisasi belum baik. ''Kalau mau jalan pasti Juni baru bisa, itu pun paling cepat,'' kata dia. Berdasarkan data tahun 1999-2000, penumpang angkutan umum lebih dari 50 persen, tapi bus yang ada tidak pernah diremajakan. Karena itu, pihaknya akan terus mendorong terkait transportasi umum.