Jumat 22 Feb 2013 17:28 WIB

Skenario Politik di Balik Sprindik Anas

Rep: M Akbar Widjaya/ Red: Heri Ruslan
Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum
Foto: Antara/Wahyu Putro
Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Putusan Majelis Tinggi Partai Demokrat yang meminta Anas Urbaningrum fokus pada penyelesaian kasus hukum di KPK kurang tepat. Keputusan itu tidak medasar lantaran sampai saat ini status Anas dalam kasus Hambalang masih terperiksa.

“Anas diminta fokus menangani persoalan hukum. Pertanyaannya, persoalan hukum apa? dia bukan saksi dan tersangka. Anas  baru terperiksa yakni orang yang dimintai keterangan,” kata Yusril dalam diskusi “Sprindik KPK dan Hubungan dengan Istana, Apakah Penyalahgunaan Wewenang?” di kompleks MPR/DPR, Senayan Jakarta, Jum’at (22/2).

Yusril menilai langkah yang diambil Majelis Tinggi Partai Demokrat kepada Anas membuat posisi KPK dilematis. KPK seolah-olah diminta segera mencari kesalahan Anas agar bisa dijerat secara hukum.

“Kan persoalan hukumnya tidak ada. Supaya ada bagaimana? kan begitu toh,” ujar Yusril.

Yusril mengatakan rangkaian kejadian yang menimpa Anas, mulai dari keputusan majelis tinggi hingga beredarnya draft surat perintah penyidikan (sprindik) Anas di publik, membuat posisi Anas kian terpojok. Spekulasi soal status hukum Anas menjadi liar lantaran banyak pihak yang penasaran kapan KPK akan menetapkan Anas menjadi tersangka Hambalang.

“Timbul spekulasi kapan Anas dijadikan tersangka Bagi yang bersangkutan (Anas) itu kerugian yang nyata,” katanya.

Menurut Yusril draft sprindik merupakan dokumen rahasia yang tidak boleh bocor ke publik. Langkah KPK membentuk komite etik yang bertugas mengusut bocornya draft sprindik Anas tidak tepat. Penyelesaian polemik sprindik lebih tepat ditangani kepolisian. “Karena kejahatan biasa, KPK tidak bisa menangani,” ujarnya.

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Indra mengatakan Polri bisa mengambil inisiatif penanganan kasus bocornya draft sprindik Anas. Hal ini karena menurut Indra bocornya draft sprindik Anas merupakan perkara pidana. “Draft ini rahasia negara. Sehingga menjadi urusan pidana. Kepolisian harus menangani," kata Indra.

Indra menerangkan menurut UU Keterbukaan Informasi Publik Pasal 54 ayat 1 UU Nomor 14 tahun 2008, orang menyebarkan dokumen rahasia negara bisa dikenai pidana. Indra menengarai ada skandal besar yang tengah dilakukan pihak tertentu untuk memojokan Anas. Dia lantas mempertanyakan independensi KPK dalam penanganan kasus korupsi di tanah air. “Kita bisa medduga pembocoran ini kuat dari dalam KPK," ujarnya.

Indra berharap KPK berani melakukan koreksi diri atas kesalahan yang mereka lakukan. Tanpa hal itu Idnra khawatir publik akan kehilangan harapan kepada KPK selaku lembaga pemberantasan korupsi. “KPK sangat mungkin melakukan kesalahan,” katanya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan di Komisi III, Achmad Yani menilai bocornya draf sprindik Anas membuktikan lemahnya manajemen internal KPK. Menurut Yani persoalan ini mestinya tidak harus terjadi bila KPK memiliki sistem administrasi yang baik.

Yani mendesak  kepolisian mengusut permasalahan ini guna memberi kepastian hukum pada setiap warga negara. “Kapolri harus mengusut pelaku yang menyebarkan,” kata Yani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement