REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno menilai ada keanehan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Anggota Pansus Century itu mempertanyakan ketegasan dan kelugasan KPK sebagai lembaga penegak hukum.
Keanehan yang dimaksud Hendrawan terkait dokumen surat perintah penyidikan (sprindik) yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan publik. Misalnya, pada kasus mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Siti Chalimah Fadjrijah. Ada informasi kalau dokumen sprindik tersebut belum ditandatangani.
Padahal, lanjut dia, Siti sudah ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun ke Bank Century.
"Itu info yang disampaikan oleh orang-orang KPK sendiri. Makanya kami akan panggil resmi KPK," kata Hendrawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (20/2).
Anggota Komisi VI DPR itu menilai KPK tidak lagi lugas dan independen. Karena terlihat ada campur tangan politik dalam masalah hukum. Padahal marwah KPK harus ditegakkan tanpa dipengaruhi genderang politik.
"Tarian KPK harusnya tanpa ada genderang politik," ungkapnya.
Hendrawan memperkirakan belum keluarnya sprindik tersebut disebabkan dua hal. Pertama, persoalan teknis yang menyangkut administrasi dalam manajemen KPK.
Sehingga KPK tidak efisien, lamban, dan membutuhkan waktu lama untuk mengeluarkan sprindik. Yaitu sejak November 2012 hingga sekarang. Kedua, adanya intervensi dalam penanganan kasus Century tersebut.
"Artinya apa yang disampaikan secara lisan kepada timwas, tidak diproses secara adminstrasi oleh KPK," kata Hendrawan.
Hendrawan mengatakan, harusnya lembaga negara menjalankan tugas, pokok, dan fungsinya dengan baik. Sehingga persoalan negara bisa terselesaikan dengan baik.
"Ini bising sekali dan banyak sekali tawar menawar," jelasnya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan eks Gubernur Bank Indonesia (BI) Bidang Pengelolaan Moneter, Budi Mulya. Serta mantan Deputi Gubernur BI Bidang Pengawasan, Siti sebagai tersangka pada November silam.