Ahad 17 Feb 2013 11:19 WIB

Importir Diduga Latarbelakangi Kenaikan Harga Sapi

Rep: Andi Ikhbal/ Red: Fernan Rahadi
 Pedagang daging melayani pembeli daging sapi di Pasar Tebet, Jakarta Selatan, Senin (4/2).   (Republika/Wihdan Hidayat)
Pedagang daging melayani pembeli daging sapi di Pasar Tebet, Jakarta Selatan, Senin (4/2). (Republika/Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Direktorat Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI membantah penyebab meroketnya harga daging sapi baru-baru ini adalah pembatasan kuota impor dan minimnya produksi dalam negeri.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Syukur Irwantoro kepada Republika, menyatakan bila ditelusuri lebih jauh, praktik diskriminasi sapi oleh pihak importir lah yang sebenarnya melatarbelakangi kenaikan harga tersebut.

Atas Pertimbangan itu, saat ini, pihaknya menggandeng Asosiasi Pedagang Sapi dan Lembaga Pangan, Obatan-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM UI) untuk melakukan investigasi.

"Laporannya, akses hanya diperuntukan bagi daging impor. Sedangkan, sapi-sapi lokal dilarang masuk RPH," kata Syukur di sela-sela Rapat Kordinasi Teknis Nasional (Rakorteknas) 1, Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau di Hotel Sahid Yogyakarta belum lama ini.

Karena itulah, kata dia, terjadi kelangkaan daging sapi yang berakibat pada peningkatan harga di pasar. Padahal, menurutnya, pihak Kedutaan Australia sendiri mengaku tidak membenarkan adanya aturan tersebut.

Selama satu pekan ini, Syukur menjelaskan, investigasinya tersebut belum memperoleh kepastian informasi. Namun, dia berani menduga, ketergantungan daging impor justru memberi peluang pihak lain dalam memainkan harga pangan serta kebutuhan masyarakat tersebut.

"Karena itu swasembada daging harus berjalan," ujarnya

Selain itu, dia juga berencana untuk membangun RPH di tiap-tiap daerah sentral pemasok daging. Dengan begitu, nantinya pengiriman pengan tersebut langsung dalam bentuk daging beku, bukan hewan hidup.

Selain menghindari adanya kenakalan importir, dia menjelaskan, pengiriman dalam bentuk daging lebih menguntungkan ketimbang sapi yang masih utuh. Sebab, selama proses perjalanan, biasanya hewan-hewan itu mengalami penurunan berat tubuh.

"Hal yang perlu dikaji sekarang ini adalah masalah transportasinya," katanya.

Syukur menjelaskan, Ditjen Peternakan baru-baru ini telah sepakat bekerjasama dengan PT KAI, PELNI dan Maskapai Penerbangan Merpati untuk akses pengiriman daging-daging sapi tersebut. Menurutnya, masalah transportasi memegang peranan dalam memenuhi stok daging di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement