Kamis 14 Feb 2013 21:11 WIB

Jelang JSN 2014, Pemerintah Diminta Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan

Rep: Fenny Melisa / Red: Djibril Muhammad
Logo Ikatan Dokter Indonesia (ilustrasi)
Logo Ikatan Dokter Indonesia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta pemerintah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan menjelang implementasi JSN (Jaminan Sosial Nasional) 2014 yang didalamnya meliputi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan. 

Ketua Umum IDI dr. Zaenal Abidin menuturkan pentingnya akan mutu serta pemerataan pelayanan kesehatan yang merupakan tanggung jawab pemerintah bersama stakeholder di bidang kesehatan. Apalagi, hal itu harus diwujudkan sebelum implementasi JSN 2014. 

"Pemerintah perlu memperhatikan mutu pelayanan kesehatan sebelum mengimplementasikan JSN 2014. Karena peningkatan mutu pelayanan kesehatan merupakan amanah dari konstitusi UUD 1945 dan beberapa peraturan perundang-undangan," ujar Zaenal, di Jakarta, Kamis (14/2).

Menurut Zaenal, saat ini pemerataan pelayanan kesehatan di Indonesia masih belum maksimal. Berdasarkan data profil kesehatan 2009 sebanyak 8737 puskesmas yang tersebar di seluruh pelosok tanah air harus melayani 251 juta penduduk Indonesia. 

Dengan jumlah tersebut maka rasio Puskesmas sebesar 3,78. "Ini berarti dalam 100 ribu penduduk terdapat 3-4 puskesmas yang melayani," ujar Zaenal.

Belum lagi, lanjut Zaenal, masalah disparitas pelayanan. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 251 juta jiwa, satu Puskesmas harus melayani 25-30 ribu jiwa. 

"Selain itu, berdasarkan data rasio keberadaan dokter umum tahun 2009 sebesar 12,25 yang berarti setiap 100 ribu penduduk hanya terdapat 12-13 dokter umum. Ini berarti satu dokter umum harus menangani penduduk sebanyak 8000-9000 jiwa," jelas Zaenal.

Zaenal pun menilai pemerintah masih belum berkomitmen meningkatkan mutu pelayanan kesehatan menjelang JSN 2014. "Di tengah persiapan semua pihak menuju pelaksanaan BPJS Kesehatan per Januari 2014 mendatang, kerisauan akan komitmen pemerintah semakin nampak di kalangan praktisi kesehatan," ujarnya.

Terbukti dengan wacana Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp 22.200 memunculkan pertanyaan apakah mampu menghadirkan mutu pelayanan kesehatan yang lebih baik.

"Angka tersebut diputuskan dengan alasan kondisi keuangan negara. Padahal sebelumnya, Dewan JSN (DJSN) mengusulkan angka premi PBI sebesar Rp 27.000," kata Zaenal.

Dengan besaran premi PBI demikian, tutur Zaenal, diharapkan standar pelayanan kesehatan yang terjadi di tingkat pelayanan primer dan sekunder semakin meningkat. 

"Namun, jika dana yang ditetapkan sangat rendah. Jangankan mengharapkan pelayanan di tingkat sekunder, mutu dan pemerataan pelayanan di tingkat primer pun akan sulit terwujud," kata Zaenal.

Menurut Zaenal untuk mewujudkan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan yang baik menimbulkan konsekuensi pembiayaan. 

Jika pemerintah menetapkan BPJS Kesehatan dengan biaya rendah Zaenal menilai bukti komitmen negara untuk menghadirkan pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan yang baik bagi masyarakat semakin jauh dari yang diharapkan. 

"Hal ini juga memperlihatkan hak rakyat atas kesehatan berdasarkan amanah konstitudi telah dikurangi pemerintah," kata Zaenal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement