REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Warga yang berdomisili di Pidada-Panjang, Bandar Lampung, menolak relokasi yang akan dilakukan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Kesepakatan kedua belah pihak menemui jalan buntu.
Warga yang bekas karyawan PT KAI ini membuat posko penolakan, Rabu (13/2). Mereka yang mendiami rumah di tanah milik PT KAI tersebut, menuntut ganti rugi yang sesuai kepada PT KAI.
Tuntutan ganti rugi yang diajukan warga sebesar Rp 500 ribu per meter, namun PT KAI hanya menyanggupi Rp 300 ribu per meter. Selain itu, warga juga meminta ganti rugi timbunan tanah.
Posko penolakan penggusuran oleh PT KAI ini berdiri untuk menampung aspirasi warga yang mendiami kawasan tersebut. Menurut Hardian, salah satu petugas posko, menyebutkan posko itu merupakan bentuk penolakan terhadap pengosongan rumah oleh PT KAI.
"Banyak yang mendukung kami menolak penggusuran,” katanya. Sebelumnya telah dilakukan upaya mediasi antara PT KAI Subdivre 3.II Lampung dengan warga. Namun, pertemuan ini tak berujung apa pun karena masing-masing pihak mempertahankan tuntutannya.
Rapat di kantor PT KAI Tanjungkarang dihadiri 53 undangan termasuk dari kejaksaan dan kepolisian. Pelaksana Tugas Humas PT KAI Subdivre III.2 Tanjungkarang, Lampung, Asparen, menyatakan akan melakukan pertemuan lanjutan dengan warga. Menurut dia, pihaknya akan mengundang lagi sekitar 45 kepala keluarga di kawasan tersebut.