Selasa 12 Feb 2013 18:52 WIB

Jokowi Ibarat Anak Macan yang Makan Induknya, Megawati, JK, Prabowo

Rep: ira sasmita/ Red: Djibril Muhammad
Gubernur DKI Jakarta, Jokowi.
Foto: IST
Gubernur DKI Jakarta, Jokowi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, dari hasil survei yang dilakukan berbagai lembaga survei selama dua tahun belakangan, nama-nama yang selalu muncul tidak berubah.

Masih didominasi nama Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri pada posisi elektabilitas tertinggi. Namun, bila dilakukan penelitisan sejak Januari 2013 hingga hari ini, Burhanuddin yakin, selama dilakukan dengan metodologi survei yang benar, maka hasil survei akan menunjukkan hasil yang sama.

Akan muncul sosok baru yang menempati popularitas dan elektabilitas paling tinggi mengalahkan tokoh-tokoh yan lama. Seperti hasil survei yang dirilis Pusat Data Bersatu (PDB) pekan lalu.

Pusat survei yang dikomandoi ekonom Didik Rachbini itu menempatkan Jokowi sebagai capres 2014 dengan elektabilitas 21,2 persen, dan popularitas 80,2 persen pada posisi teratas.

"Jokowi ibarat anak macan yang memakan induknya. Induknya seperti Prabwo, Megawati, dan Jusuf Kalla (JK) yang jelas jadi promotornya malah berada di bawahnya," kata Burhanuddin dalam diskusi bertajuk 'Capres Alternatif 2014' di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (12/2).

Capres-capres yang lama, dari hasil survei tersebut memang memiliki popularitas tinggi. Tetapi elektabilitasnya tidak membaik, rata-rata di bawah 20 persen. Di antara tokoh baru yang dimunculkan, yang seimbang antara popularitas dan elektabilitasnya hanya nama Jokowi.

Sementara figur alternatif lain, seperti Anies Baswedan, Gita Wirjawan, Djoko Suyanto, dan Dahlan Iskan elektabilitasnya masih jauh di bawah Jokowi. 

Meski begitu, peneliti Lembaga Survei Indonesia itu menganggap nama-nama figur alternatif baru dikenal secara umum oleh masyarakat.

Meski Jokowi memiliki elektabilitas yang tinggi, di atas 20 persen, tetapi bila dibandingkan dengan popularitasnya masih cukup jauh.

"Artinya baru seperemat saja yang pilih dia. Jadi ini belum selesai, karena minimal setengah dari yang kenal dia juga memilihnya," ungkapnya.

Untuk membangun sosok capres yang berkualitas, menurut Burhanuddin, harus dimulai dengan perbaikan kualitas aktor dan sistem. Kualitas aktor bergantung pada kemampuan parpol dalam menyuplai calon presiden yang kredibel.

Sedangkan sistem ditentukan oleh aturan pemilihan presiden yang saat ini masih terus diperdebatkan di DPR mengenai ambang batas persentase suaranya. "Semua pihak punya kepentingan memperbaiki aktor dan sistem yang memunculkan aktor itu. Kalau dibaca kondisi hari ini, peta sudah berubah," jelasnya.

Kualitas capres, lanjut Burhanuddin, bisa dilihat dari berbagai dimensi. Seperti kualitas kepemimpinan, kapabilitas dalam menyelasikan masalah, integritas, kapabilitas, dan diterima semua kalangan.

"Jokowi , bahwa dia bersih iya. Tapi kapabilitasnya masih diragukan. Jadi waktu masih banyak untuk menghadirkan alternatif lain," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement