REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menolak melaksanakan keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menyertakan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) sebagai peserta pemilu 2014 dianggap melecehkan dan merampas hak PKPI.
"Kami sudah menjadi korban antara dua raksasa, kami merasa dipermalukan," kata Ketua Umum PKPI, Sutiyoso, di kantor PKPI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa (12/2).
Keputusan KPU yang diumumkan Senin (11/2) kemarin, dinilai Sutiyoso, telah merugikan PKPI. Karena pertarungan dan perbedaan persepsi KPU dan Bawaslu dalam menafsirkan Undang-Undang Pemilu.
Keputusan Bawaslu yang diambil berdasarkan fakta sidang ajudikasi jelas menyebutkan PKPI memenuhi syarat sebagai peserta pemilu. Dalil keberatan yang diajukan PKPI diterima Bawaslu dan tidak bisa dibuktikan KPU.
Putusan Bawaslu juga telah memerintahkan KPU untuk membuat surat keputusan baru dan memasukkan PKPI sebagai perserta pemilu 2014. "Kami sudah syukuran, kami sudah terima banyak bunga sebagai ucapan selamat," ungkap Sutiyoso.
Bahkan, untuk meneguhkan kesiapan memasuki pemilu 2014, beberapa parpol yang tidak lolos sebagai peserta pemilu juga telah merapat ke PKPI. Karena itu, keputusan KPU dianggap hanya menjadikan PKPI sebagai korban ketidakjelasan dari kedua lembaga penyelenggara pemilu tersebut.
"Kami akan melapor ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Ombudsman, dan Mahkamah Konstitusi (MK)," tegas Sutiyoso.
PKPI melaporkan KPU ke DKPP karena KPU dianggap tidak sanggup melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan. Karena dalam surat KPU Nomor 94/KPU/II/2013 yang diterbitkan KPU kemarin, KPU menyatakan tidak dapat melaksanakan keputusan Bawaslu. Artinya, KPU telah melanggar sumpah dan janji jabatannya serta tidak berpedoman pada asas penyelenggara pemilu.
Padahal dalam prinsip dasar etika dan penyelenggara pemilu sesuai Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP Nomor 13 tahun 2012, Nomor 11 tahun 2012, dan Nomor 1 tahun 2012 penyelenggara harus mengindahkan norma penyelenggara pemilu.
Sementara laporan ke Ombudsman dan MK dilakukan karena penafsiran berbeda oleh KPU dan Bawaslu terhadap UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu, telah merugikan PKPI, terutama Pasal 259 ayat 1. "Bawaslu menganggap keputusannya harus dilaksanakan KPU, tapi KPU menganggap putusan Bawaslu tidak mengikat," kata Sutiyoso.
Karenanya, PKPI ingin mengajukan uji materi UU pemilu tersebut ke MK. Agar didapatkan penjelasan yang sah mengenai aturan tersebut.
Berdasarkan rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR dengan KPU dan Bawaslu Senin (11/2) malam, kedua lembaga itu diberikan kesempatan dua hari untuk menentukan sikap terkait PKPI.
"Kalau dalam dua hari ini tidak ada putusan seperti yang kami harapkan, kami akan langsung melapor ke DKPP, Ombudsman dan mungkin ke MK," ujar mantan gubernur DKI tersebut.
PKPI, lanjut Sutiyoso, belum terpikir untuk mempersoalkan putusan KPU itu ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) dan Mahkamah Agung. "Kalau sekarang saya bingung karena ada pandangan yang berbeda tentang PTTUN. Akan tetapi, kita sudah menyiapkan berkas-berkasnya," ucapnya.