Selasa 12 Feb 2013 15:20 WIB

Jokowi Diminta Beri Kepastian Soal UMP

Rep: Fenny Melisa/ Red: Djibril Muhammad
Gubernur DKI Jakarta, Jokowi.
Foto: IST
Gubernur DKI Jakarta, Jokowi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta, Jokowi, diminta agar segera memberi kepastian soal upah minimum (UMP) yang diterima buruh.

Staf Khusus Menakertrans Dita Indah Sari menuturkan sesuai Peraturan Menteri tentang Penangguhan No. 231/2003, saat ini merupakan masa tunggu di mana buruh/ pekerja hanya dibayar sebesar upah lama.

"Kami meminta Pak Jokowi untuk memberi kepastian penangguhan upah ini. Jangan menggantung nasib orang terlalu lama. Kasihan melihat mereka hanya dibayar dengan upah lama yang jumlahnya 1,5 juta. Juga para pengusahanya, jadi kesulitan menyusun rencana. Semuanya serba tidak pasti serba menggantung. Semestinya mereka bisa segera membawa pulang upah sesuai angka KHL DKI, yaitu Rp 1.978.789, angka yang disarankan untuk penangguhan," jelas Dita dalam keterangan pers yang diterima Republika Selasa (12/2).

Menurut Dita saat ini terdapat 30 ribu pekerja di Kawasan Berikat Nusantara hanya menerima upah sebesar 1.529.000 terhitung sejak Januari.

"Aturan adalah aturan. Jika permohonan itu sudah sesuai dengan aturan, kami meminta agar tidak ada alasan lagi bagi Gubernur untuk menunda memberi kepastian. Ini soal nasib ribuan orang, soal kepastian adanya lapangan pekerjaan. Soal ada pihak yang tidak setuju, itu sudah resiko pemerintah," tutur Dita.

Dita mengungkapkan DKI Jakarta memegang rekor terbanyak untuk pengajuan penangguhan Upah Minimum Propinsi (UMP) 2013. Sebanyak 492 perusahaan mengajukan permohonan, telah disetujui melalui SK Kepala Dinas sebanyak 43 dan ditolak 20 perusahaan. Pengajuan penangguhan umumnya dari sektor padat karya garmen dan alas kaki, baik dari asing (PMA), Swasta Nasional maupun joint venture.

Sementara itu, ada 15 perusahaan padat karya garmen yang telah lengkap berkasnya, termasuk mengantongi persetujuan dari para pekerja di tingkat perusahaan, namun tak kunjung mendapat SK Gubernur untuk penangguhan.

"Perusahaan ini rata-rata berlokasi di Kawasan Berikat, sektornya padat karya garmen, dengan jumlah pekerja berkisar antara 1200-5000 orang," tutur Dita.

Sesuai aturan, keputusan penangguhan untuk perusahaan dengan jumlah pekerja  <1000 adalah dengan SK Kepala Dinas, sementara untuk jumlah pekerja > 1000 ada di SK Gubernur. Sehingga, ujar Dita, ini merupakan wewenang mutlak Gubernur Jokowi, bukan lagi Kepala Dinas.

"Kemenakertrans juga minta agar pimpinan serikat pekerja di level Provinsi dan Nasional menghormati keputusan para pengurus serikat dan pekerja di level perusahaan untuk menyepakati penangguhan upah. Merekalah yang paling tahu kondisi rumah tangga perusahaannya. Jangan meremehkan keputusan dan pertimbangan para pekerja di tgkat perusahaan. Apalagi Dewan Pengupahan DKI telah menetapkan bahwa prmohonan penangguhan dapat disetujui dengan adanya semacam 'referendum', 70 persen pekerja di perusahaan yang bersangkutan mau tanda tangan menyetujui upah ditangguhkan," jelas Dita.

Dita menambahkan Kemenakertrans mengapresiasi para gubernur dan kepala dinas yang telah bekerja keras untuk memverifikasi dokumen permohonan.

"Ini bukan pekerjaan mudah, di tengah berbagai tekanan. Kami hargai kinerja para kadis dan gubernur yang telah banting tulang mengurus soal ini," kata Dita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement