REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan menolak keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menyatakan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) memenuhi syarat sebagai peserta pemilu 2014.
Pernyataan itu dituangkan dalam surat nomor 94/KPU/II/2013. "Kami menyatakan tidak dapat melaksanakan keputusan Bawaslu yang menyatakan PKPI sebagai peserta pemilu2014," kata Ketua KPU, Husni Kamil Manik, di kantor KPU, Jalan Imam Bonjol 29, Jakarta Pusat, Senin (11/2) sore.
Keputusan itu diambil KPU dengan pertimbangan yuridis berdasarkan hasil pencermatan kajian KPU atas putusan Bawaslu, yang menyimpulkan PKPI memenuhi syarat sebagai peserta pemilu. Konstruksi keputusan Bawaslu tersebut memberikan pertimbangan hukum.
Husni menambahkan, dengan tidak dilaksanakannya keputusan Bawaslu, pihak yang dirugikan dapat menempuh jalur penyelesaian sengketa pemilu sesuai dengan UU. Yakni membawa sengketa pemilu itu ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan Mahkamah Agung. Bila PKPI keberatan terhadap putusan tersebut, KPU dikatakannya akan menyiapkan alat bukti, dan menghadirkan saksi ahli di PTTUN nanti.
Setelah mengkaji Bawaslu yang diterima KPU pada Kamis (7/2) lalu, menurut Husni, KPU fokus mendiskusikan apakah keputusan Bawaslu dalam menyelesaikan sengketa pemilu bersifat mengikat atau tidak. Karena pada Pasal 259 ayat 1 dijelaskan bahwa keputusan Bawaslu bersifat terakhir dan mengikat kecuali pada penetapan hasil verifikasi dan penetapan daftar caleg tetap anggota DPR dan DPRD. "Kami simpulkan, putusan bawaslu tidak bersifat terakhir dan mengikat," ungkap Husni.
Komisioner KPU, Ida Budhiarti, mengatakan KPU menemukan beberapa catatan menyangkut kerja profesionalisme Bawaslu. Dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu MPR, DPR, DPR, dan DPRD (MD3), salah satu ayatnya mewajibkan kepada Bawaslu untuk menyelesaikan sengketa dengan transparan dan akuntabel.
Catatan KPU, lanjut Ida, Bawaslu tidak memiliki wewenang untuk menguji Peraturan KPU terhadap norma UU. Berkaitan kebijakan KPU mewajibkan 30 persen keterwakilan perempuan di provinsi dan kabupaten/kota dinilai oleh Bawaslu tidak sesuai dengan UU pemilu.
"Pendapat itu tidak diikuti dengan pembatalan terhadap PKPI, karena Bawaslu memang tidak berkompetensi untuk membatalkan PKPI," kata Ida. Dari sisi hukum, peraturan tersebut masih berlaku dan tidak dinyatakan batal oleh lembaga hukum, sehingga koreksi yang dilakukan Bawaslu tidak bisa diterima.