Kamis 07 Feb 2013 23:56 WIB

DKI Diminta Akui PKL

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Mansyur Faqih
Monas
Monas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan pedagang kaki lima (PKL) masih menjadi masalah besar bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Keberadaan PKL dinilai mengganggu ketertiban umum. Namun di sisi lain, pemerintah belum mampu menyediakan tempat berdagang yang layak bagi mereka.

Penggiat pembangunan dan pengelolaan perkotaan, Dian Tri Irawati mengatakan salah satu strategi untuk menata PKL adalah dengan mengakui mereka sebagai bagian integral dalam kehidupan kota. 

Menurutnya, PKL adalah bagian dari kota yang tidak bisa dipisahkan. Karena itu, mereka harus diikutkan dalam rancangan pembangunan kota. 

"Mereka harus diakui dan ikut dilibatkan dalam menentukan lokasi berdagang," ujarnya di Jakarta, Kamis (7/1).

Selain itu, lanjut dia, perlu ada kebijakan yang mengatur pengelolaan PKL yang berdagang di trotoar. Ia mencontohkan, di Bangkok misalnya, banyak PKL yang berdagang di trotoar. Namun, kehadiran mereka sama sekali tidak mengganggu pejalan kaki karena lebar trotoar mencapai lima meter.

"Kalau bicara soal trotoar, tidak cukup hanya soal hak pejalan kaki, tapi juga kegiatan ekonomi rakyat," tambah dia.

Keadaan di Jakarta saat ini, lanjut dia, banyak trotoar yang hanya memiliki lebar sekitar satu hingga dua meter saja. Karenanya, lahan trotoar habis digunakan oleh PKL.

Sehingga sudah tidak  menyediakan ruang bagi pejalan kaki. Inilah yang harusnya dicarikan solusinya oleh pemerintah.

Ia pun meminta pemerintah membatasi izin bagi minimarket yang mulai mematikan pedagang kecil. "Pemerintah selama ini mudah memberikan izin bagi minimarket. Coba kalau PKL itu patungan untuk sewa lahan, dikasih izin tidak oleh pemerintah," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement