Jumat 08 Feb 2013 01:33 WIB

Jakarta Diminta Akui PKL Bagian dari Kota

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Para pedagang kaki lima (PKL) mendulang rizki dari para buruh yang menggelar demo di Jakarta, Kamis (12/7).
Foto: ROL/MG04
Para pedagang kaki lima (PKL) mendulang rizki dari para buruh yang menggelar demo di Jakarta, Kamis (12/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan Pedagang Kaki Lima (PKL) masih menjadi PR besar bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Keberadaan PKL dinilai mengganggu ketertiban umum. Namun di sisi lain, pemerintah belum mampu menyediakan tempat berdagang yang layak bagi mereka.

Penggiat pembangunan dan pengelolaan perkotaan, Dian Tri Irawati mengatakan salah satu strategi untuk menata PKL adalah dengan mengakui mereka sebagai bagian integral dalam kehidupan kota.

Menurut dia, PKL adalah bagian kota yang tidak bisa dipisahkan. Karena itu, mereka harus diikutkan dalam rancangan pembangunan kota.

"Mereka harus diakui dan ikut dilibatkan dalam menentukan lokasi berdagang," ujarnya saat menjadi pembicara dalam diskusi publik 'Penggusuran Paksa dan Perlindungan Pedagang Kecil: Sebuah Penjajakan Solusi Bagi Pedagang Kecil di Provinsi Jakarta', Kamis (7/1).

Selain itu, lanjut dia, perlu ada kebijakan yang mengatur pengelolaan PKL yang berdagang di trotoar. Ia mencontohkan, di Bangkok misalnya, banyak PKL yang berdagang di trotoar. Namun, kehadiran mereka sama sekali tidak mengganggu pejalan kaki karena lebar trotoar mencapai lima meter.

"Kalau bicara soal trotoar, tidak cukup hanya soal hak pejalan kaki, tapi juga kegiatan ekonomi rakyat," ujar dia.

Keadaan di Jakarta saat ini, lanjut dia, banyak trotoar yang hanya memiliki lebar sekitar satu hingga dua meter saja. Dengan lebar seperti itu, tentu trotoar sudah habis digunakan oleh PKL sehingga sudah tidak  menyediakan ruang bagi pejalan kaki. Hal inilah yang harusnya dicarikan solusinya oleh pemerintah.

Lebih lanjut ia mengatakan, pemerintah harusnya membatasi perizinan bagi minimarket yang keberadaannya mulai mematikan pedagang kecil.

"Pemerintah selama ini mudah memberikan izin bagi minimarket, coba kalau PKL itu patungan untuk sewa lahan, di kasih izin gak sama pemerintah," tambahnya.

Selain itu, menurut Dian, perlu ada badan khusus yang dibentuk untuk mengelola PKL seperti yang sudah dilakukan oleh negara tetangga Malaysia dan Singapura.

Badan khusus tersebut, menurut dia, tidak hanya berfungsi untuk mengurus perizinan bagi PKL. Tetapi juga bertugas memfasilitasi dan mengelola pedagang, misalnya dengan memberikan pelatihan keterampilan bagi mereka.

 

"Perlu ada badan yang melihat pedagang ini sebagai peluang bagi ekonomi kota," tambahnya.

Senada dengan Dian, Ketua advokasi Dompet Dhuafa, Agung Mahdi mengatakan PKL harusnya dikelola sedemikian rupa hingga bisa menghasilkan pendapatan bagi pemerintah kota.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement