REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Pengabulan permohonan yang diajukan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia kepada Bawaslu dapat menimbulkan polemik di tingkat pusat hingga daerah, jika hal itu dilaksanakan oleh KPU.
"Polemik dan konflik dapat muncul akibat keputusan Bawaslu dalam sidang ajudikasi yang digelar tadi malam itu, karena KPU sudah memutuskan 10 partai yang memenuhi persyaratan sebagai peserta Pemilu tahun 2014," kata pengamat politik, Suradji, yang juga staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji, di Tanjungpinang, Rabu (6/2).
Bawaslu tidak memiliki hak untuk memutuskan partai yang memenuhi persyaratan sebagai peserta pemilu. Keputusan Bawaslu yang menetapkan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) sebagai peserta pemilu sebaiknya tidak serta merta diakomodasi penyelenggara pemilu.
Lagi pula, kata dia, tahapan pemilu terus berjalan, dan KPU telah memutuskan 10 partai yang menjadi peserta pemilu. Jika KPU mengikuti keputusan Bawaslu, maka berpotensi melanggar tahapan pemilu.
KPU harus menjadi lembaga yang bebas intervensi sehingga dapat melaksanakan pemilu secara adil, jujur dan profesional. Jika keputusan KPU itu dianulir kembali, seperti yang telah dilakukan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, maka lembaga penyelenggara pesta demokrasi itu dapat kehilangan kewibawaannya.
Tumpang tindih kewenangan ini akan membuat penyelenggara pemilu khususnya KPU kebingungan karena ibarat panitia pemilu, KPU tidak punya otoritas untuk merancang tahapan pemilu secara utuh.
"Keputusan Bawaslu itu perlu dipertimbangkan dan dianalisa lebih mendalam, tidak dapat langsung diterima. Tentu pertimbangan itu berdasarkan ketentuan yang berlaku dan untuk kepentingan negara," ujarnya.
Menurut dia, keputusan Bawaslu dapat menimbulkan juga berbagai spekulasi oleh berbagai pihak. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU juga dipastikan merasa kebingungan dengan apa yang telah diputuskan oleh Bawaslu.
Di samping itu 10 parpol yang sudah dinyatakan lolos oleh KPU akan merasa dirugikan karena harus berbagi suara dengan PKPI.
"Saya mengibaratkan pertandingan sepakbola, mungkin saja wasit melakukan kesalahan dalam memimpin pertandingan tetapi apa yang dilakukan oleh wasit tidak boleh dianulir oleh pihak ketiga meskipun ia memiliki kewenangan 'lebih' dari seorang wasit. Jika putusan wasit selalu dianulir, maka saya meyakini bahwa pertandingan sepak bola tersebut akan kacau dan tidak berjalan sebagaimana mestinya," tandasnya.