REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Grup band ternama Indonesia, Slank, menilai aturan izin keramaian yang dikeluarkan polisi merupakan bentuk ketidakpastian hukum. Karena itu, mereka mendaftarkan uji materiil (judicial review) Pasal 15 Ayat 2a UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juncto Pasal 510 Ayat 1 KUHP.
Kuasa hukum Slank, Andi Muttaqien, mengatakan kliennya meminta jaminan aturan tentang definisi keramaian umum. Menurut Andi, keramaian umum bisa ditafsirkan sesuka aparat. Karena itu, Slank dirugikan dan agenda konser sering dibatalkan mulai 2008.
Andi menilai, tidak mengeluarkan izin dengan alasan konser Slank berakhir ricuh tidak bisa dibenarkan. Pasalnya, kalau memang ingin agar setiap konser berakhir aman, dia menambahkan, mengapa aparat tidak menambah personel atau membuat pengetatan syarat tempat konser.
"Karena pelarangan itu bukan jadi jalan keluar, penegakan hukum itu yang harus dilakukan," kata Andi di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (6/2).
Gitaris Slank, Abdee mengakui, kadang konser Slank berakhir dengan penonton yang berantem. Namun hal itu juga berlaku di konser lainnya. Meski hingga kini tidak mendapat izin konser, pihaknya tetap mengagendakan tur jangka panjang sebagai antisipasi diperbolehkannya menggelar konser.
"Kita berencana sambil was-was, dengan uji materiil ini semoga bisa wujudkan kepastian itu," kata Abdee. "Musik kan ikut menggalakan ekonomi kreatif dan kita minta perlindungan itu."