Selasa 05 Feb 2013 14:12 WIB

Desa tidak Perlu Angkat PNS

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Dewi Mardiani
 Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) dan Aliansi Desa Indonesia (ADI) menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (14/12).   (Republika/ Tahta Aidilla)
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) dan Aliansi Desa Indonesia (ADI) menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (14/12). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tuntutan perangkat desa yang ingin diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan setiap desa mendapat kucuran dana Rp 1 miliar sulit terpenuhi.

Hal itu lantaran kemampuan pemerintah dalam menggaji pegawai maupun kebutuhan mengangkat PNS harus dipertimbangkan secara matang. Karena itu, untuk memaksakan dua poin itu ke dalam RUU Desa sangat sulit dipenuhi.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, mengatakan ada sekitar 80 ribu desa di Indonesia. Kalau setiap desa memiliki lima orang perangkat desa, maka pemerintah harus mengangkat 400 ribu orang sebagai PNS. Dengan asumsi digaji Rp 2 juta per bulan, kata dia, setidaknya pemerintah harus menyiapkan Rp 800 miliar per bulan atau Rp 9,6 triliun per tahun hanya untuk menggaji pegawai.

Ditambah tuntutan setiap desa harus mendapat bantuan Rp 1 miliar, maka perlu dikucurkan dana Rp 80 triliun per tahun. “Apakah pemerintah mampu? Di dalam UUD 1945, tidak pernah disebut pemerintahan desa,” kata Gamawan, Selasa (5/2). Fakta itu dinilainya hampir mustahil dapat dipenuhi pemerintah. Alasan lainnya, kata dia, otonomi daerah di Indonesia hanya berjenjang dua tingkat.

Kalau desa menjadi daerah otonomi baru, maka otonomi daerah akan menjadi tiga tingkat. Alhasil, kebijakan bukan ditentukan bupati/wali kota, melainkan oleh kepala desa. Pihaknya tidak ingin hal itu terjadi. Karena, jika sampai terealisasi, maka bakal muncul daerah pemekaran desa baru demi mendapat dana Rp 1 miliar.

“Kultur pemerintahan itu ada di kabupaten atau kota. Kalau diserahkan ke pemerintahan desa, bisa hilang tradisi dan kultur di desa,” ujar Gamawan.

Terkait tuntutan perangkat desa agar bisa berstatus PNS, seperti sekretaris desa, hal itu dinilai kurang tepat oleh Gamawan. Pasalnya, sekretaris desa itu sejak awal bertugas di pemerintahan kabupaten/kota atau di kecamatan. Karena desa butuh orang yang bertugas mengelola keuangan, maka mereka didelegasikan ke sana. “Jadi, sekretaris desa itu bukan diangkat sebagai PNS, tapi dia ditugaskan untuk membantu perangkat desa,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement