REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelunasan kredit macet usaha mikro kecil menengah (UMKM) korban gempa Yogyakarta telah diputuskan. Bank umum, termasuk bank BUMN, dan Bank Pekreditan Rakyat (BPR) diputuskan bisa melakukan hapus buku dan hapus tagIh atas seluruh kredit macet tersebut yang nilainya mencapai Rp 31,26 miliar per Desember 2012.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Halim Alamsyah memaparkan kredit macet di perbankan Yogyakarta pascagempa 2006 mencapai Rp 88,31 miliar per Februari 2010. Rinciannya bank umum Rp 80,02 miliar dan BPR 8,25 miliar. Sedangkan jumlah debiturnya saat itu mencapai 2.134 debitur, yang terdiri dari 1.645 debitur bank umum dan 489 debitur BPR.
Jumlah itu, kata Halim, berkurang menjadi Rp 31,26 miliar pada Desember 2012. Penurunan tersebut disebabkan adanya pelunasan penghapusan kredit dan restrukturisasi kredit.
"Rinciannya Rp 27,17 miliar kredit macet di bank umum dan Rp 4,09 miliar untuk BPR," kata Halim dijumpai ROL usai rapat kerja di Gedung DPR Jakarta, Senin (4/2). Jumlah debiturnya yang tersisa saat ini mencapai 542 debitur, dengan rincian 316 debitur bank umum dan 226 debitur BPR.
Ketua Komisi VI DPR, Airlangga Hartarto, mengatakan keputusan ini sudah ditindaklanjuti dengan kunjungan spesifik dan sudah ada kesepakatan antara pihak pemerintah daerah (pemda), Gubernur Yogyakarta, Komisi VI DPR, dan perbankan. Sebelumnya, pemerintah masih terdapat ambigu mengenai status aset perbankan yang masih aset negara.
Keputusan Mahkamah Konstitusi, kata Airlangga, menyatakan bahwa aset perbankan itu bukan aset negara. "Dengan demikian sudah tak ada alasan bagi perbankan untuk tidak menghapus tagih kredit macet UMKM itu," ujarnya kepada ROL.
Komisi VI meminta keputusan Menteri BUMN bahwa hal ini harus ditindaklanjuti dengan keputusannya menyetujui penghapustagihan. Ini akan ditindaklanjuti dengan mekanisme rapat umum pemegang saham (RUPS) di BUMN sebab Menteri BUMN adalah pemegang saham utama.
Jika seluruh perbankan, khususnya perbankan BUMN sudah melakukan hapus buku dan hapus tagih, maka agunan dari UMKM bisa dikembalikan kepada debitur. Jika agunan sudah dikembalikan maka pada saat yang sama pelaku UMKM bisa kembali menghidupkan usahanya kembali.
Airlangga menilai, jika proses kredit macet di Yogyakarta sudah selesai maka bisa diikuti wilayah lainnya di Indonesia. Sebab, sudah ada yuris prudensialnya yang bisa ditindaklanjuti perbankan dengan melakukan konsolidasi akun. "Secara proporsional, penyelesaian ini sudah bisa dibilang 100 persen," kata Airlangga.