Sabtu 02 Feb 2013 14:40 WIB

Muncul Tiga Pilihan Pasca-MDGs

Rep: nashihin masa/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Ani Yudhoyono melambaikan tangan saat bertolak menuju Monrovia, Liberia di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (30/1).
Foto: ANTARA/Prasetyo Utomo
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Ani Yudhoyono melambaikan tangan saat bertolak menuju Monrovia, Liberia di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (30/1).

REPUBLIKA.CO.ID, MONROVIA--Usai berakhirnya Millenium Developmten Goal pada 2015 nanti ada tiga pilihan yang akan muncul. Pertemuan yang dijadwalkan pada Maret di Bali diharapkan sudah bisa menentukan mana yang dipilih dari ketiganya.

Tiga pilihan tersebut dikemukakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam jumpa pers bersama wartawan Indonesia di Hotel Royal, Monrovia, Liberia pada Jumat (1/2).

Mereka terdiri dari pertama, delapan tujuan prinsip MDGs masih berlaku tapi tetap terbuka kemungkinan untuk modifikasi. Pilihan kedua pada prinsipnya delapan tujuan MDGs terus dipertahankan tetapi ditambah dengan 1-3 tujuan lagi. Sedangkan pilihan terakhir, yakni membongkar habis delapan tujuan MDGs.

"Saya setuju dengan pilihan ketiga ini," ungkap Presiden SBY menyatakan pendapatnya.

Kunjungan Presiden ke Liberia dalam rangka mengikuti pertemuan High-Level Panel of Eminent Persons on the Post-2015 Development Agenda yan berlangsung dua hari.

Panel tersebut dipimpin bersama oleh tiga kepala pemerintahan, yakni Presiden SBY, Presiden Nigeria, Ellen Johnson Sirleaf, dan PM Inggris, David Cameron. Panel ini dibentuk PBB untuk merumuskan agenda pembangunan yang akan menggantikan MDGs.

Berdasar masukan yang ia himpun, SBY menuatakan banyak tokoh dunia berpendapat jangan sampai hasil Panel menganggap MDGs tidak pernah ada dengan menghasilkan rumusan yang sama sekali baru. Pasalnya, saat ini negara-negara tengah getol melaksanakan MDGs. Bila rumusan dirombak sepenuhnya maka berpotensi menimbulkan kebingungan.

Pada pertemuan di London, kata SBY, sudah dibahas mengenai pengertian dan hakikat kemiskinan. Penghapusan kemiskinan individual pun juga telah dirumuskan di sana.

Sedangkan pertemuan di Monrovia, Panel membahas apa saja yang bisa dilakukan untuk menghapus kemiskinan dan menyejahterakan masyarakat. Pertemuan Monrovia juga menekankan pemberantasan kemiskinan di tingkat nasional, sehingga dibutuhkan pembentukan blok-blok terdiri dari elemen yang mungkin terlibat. "Tidak bisa hanya oleh pemerintah tetapi juga butuh elemen lain," ujar SBY.

Sementara di Bali, agenda akan menitikberatkan pemberantasan kemiskinan dalam dimensi global dan merumuskan bentuk kerjasama global yang efektif. "Kita ingin ada aturan pasti, siapa yang berbuat apa, siapa yang bertanggung jawab apa," ujarnya. Peran itu pun diharapkan SBY tidak membelah dunia dalam kubu negara maju dan negara belum maju.

SBY mengakui yang kerap terjadi, negara maju berpola pikir bahwa mereka sudah membantu negara belum maju, sehingga merasa telah melakukan sesuatu. Sementara di sisi lain, negara berkembang menilai negara maju masih setengah hati dalam membantu.

Kondisi itu pula, imbuh SBY, yang dijumpai di WTO. Negara maju menginginkan free trade, sementara negara belum maju menginginkan fair trade. "Kita ingin negara maju bisa memimpin dan negara berkembang melakukan lebih banyak lagi," ujarnya. SBY optimistis negara-negara di tingkat global akan bertemu di satu titik dengan pemikiran jernih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement