REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pasar tradisional di Bali memiliki peluang berkembang. Apalagi jika ditata dengan konsep dan tata kelola yang lebih moderen. Misalnya, Pasar Agung di Desa Peninjauan, Denpasar yang saat ini omzetnya bisa mencapai Rp 12 milyar setahun.
"Sejak pengelolaan pasar itu dimoderenisasi, omzetnya meningkat sebesar 128 persen pada 2012," kata Kepala Disperindag Bali Ni Wayan Kusumawathi, di Denpasar, Bali, Kamis (31/1).
Menurut dia, pada dasarnya pemerintah tidak membedakan antara pasar tradisional dengan toko moderen. Asal keberadaannya memenuhi ketentuan yang ada.
Namun, tambah Kusumawathi, Pemprov Bali memberikan perhatian dan dorongan yang besar agar pasar tradisional terus diberdayakan. Salah satu wujudnya dengan adanya alokasi dana sebesar Rp 82 milyar.
Dana itu untuk program Gerakan Pembangunan Desa Terpadau Pemprov Bali 2012 yang diarahkan untuk memberdayakan pasar tradisional.
Pemprov juga dikatakan mendorong pemerintah kota/kabupaten untuk melakukan revitalisasi pasar tradisional. Dalam hal ini, program revitalisasi diusulkan pemerintah kota/kabupaten. Sedangkan dananya disiapkan oleh pemerintah pusat.
Pemkab Gianyar tahun ini mengusulkan revitalisasi pasar tradisional dengan biaya Rp 2,5 milyar. Sedangkan Denpasar mengusulkan Rp 6,5 milyar. Itu selain revitalisasi pasar Agung Peninjauan 2011 dengan biaya Rp 7,5 milyar.
Hingga akhir 2012, Bali memiliki sebanyak 232 unit pasar tradisional yang tersebar di delapan kabupaten dan satu kota di Bali. Sedangkan toko swalayan dan toko moderennya mencapai 561 unit.
Kabupaten Buleleng terbanyak mengeluarkan izin dengan jumlah 128 unit toko swalayan dan moderen lokal. Termasuk berjejaring. Sementara Kabupaten Klungkung paling sedikit, hanya delapan unit.