REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penangkapan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dituding diskriminatif.
Pasalnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menerapkan perlakuan yang sama terhadap tersangka korupsi lain.
Pengacara Luthfi, M Assegaf menilai KPK biasanya selalu menangkap saat sudah terbukti tertangkap tangan. Untuk kasus ini, tuturnya, Luthfi tidak sedang berada di tempat kejadian perkara.
"Aneh. Biasanya selalu tertangkap tangan. Misalnya duit langsung tangkap ini kan tidak,"ujar Assegaf di kantor KPK, Jakarta, Kamis (31/1).
Akan tetapi, ujarnya, sikap tegas KPK tidak berlaku kepada beberapa tersangka lain yang hingga saat ini tidak dilakukan penahanan. "Banyaklah yang sudah ditetapkan tapi sampai sekarang tidak dilakukan penahanan. Anda lebih tahu,"jelasnya.
Selain itu, KPK tidak memberikan surat pemanggilan kepada Luthfi usai penetapan sebagai tersangka. Padahal, untuk tersangka lain, tuturnya, KPK bisa memanggil yang bersangkutan hingga tiga kali pemanggilan.
KPK sudah menetapkan Luthfi sebagai tersangka pada Rabu (30/1) malam. Tidak lama usai penetapan, penyidik langsung menjemput paksa Luthfi yang sedang menggelar konferensi pers di kantor DPP PKS Jl. Tb Simatupang, Jakarta Selatan.
Bersama Luthfi, penyidik menetapkan tiga tersangka lainnya yakni dua direktur PT. Indoguna Utama Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi. Serta Ahmad Fathanah.
Ahmad Fathanah ditangkap bersama Maharani oleh KPK di Hotel Le Meredien Jakarta, Selasa (29/1) sekitar pukul 20.20 WIB. Dari mereka didapatkan uang senilai Rp 1 miliar yang diduga akan diberikan kepada LHI atau Luthfi Hasan Ishaaq.