Rabu 30 Jan 2013 12:29 WIB

Menkes: KB Bukan Kontrasepsi

Rep: Fenny Melisa/ Red: Djibril Muhammad
Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi
Foto: Antara
Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program Keluarga Berencana (KB) yang selama ini didengungkan menjadi alat kontrol demografi ternyata mendapat persepsi yang salah di masyarakat. Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi mengatakan sebagian besar masyarakat Indonesia menganggap KB sama halnya dengan kontrasepsi. 

"Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa KB adalah kontrasepsi. Padahal, KB adalah program bagaimana mendewasakan usia perkawinan dan mengontrol laju pertumbuhan penduduk," kata Menkes Nafsiah Mboi pada Rakernas Pembangunan Kependudukan dan KB Tahun 2013, di Jakarta, Rabu (30/1).

Nafsiah menuturkan, pada hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, menunjukkan angka ASFR wanita usia 15-19 tahun cenderung meningkat dari 35/1000 WUS pada SDKI 2007 menjadi 48/1000 WUS. "Padahal kita menargetkan pada 2014 menjadi 30/1000 WUS," ungkap dia.

Karena itu, ia mengungkapkan, perlu adanya penekanan kembali ASFR agar tidak terjadi kehamilan pada usia remaja. "Kampanye secara besar-besaran harus segera dilaksanakan agar semua generasi muda menunda perkawinan pertamanya sebelum memasuki usia ideal untuk berkeluarga," imbuh Nafsiah.

Menurut dia, Indonesia telah melaksanakan program KB dengan baik sehingga berhasil mencegah kelahiran hingga 100 juta jiwa. Meski begitu, promosi tentang keluarga berkualitas harus diintegrasikan dengan pendidikan kesehatan reproduksi sejak dini. 

"Segmentasi penggarapan program KB harus difokuskan pada Pasangan Usia Subur (PUS) muda yang masih mempunyai masa reproduksi panjang sehingga pelembagaan keluarga kecil bahagia sejahtera benar-benar terwujud," tutur Nafsiah. 

Peningkatan program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB), lanjut dia, ditujukan untuk mencapai sasaran MDGs pada 2014 mendatang. Salah satu langkahnya adalah upaya percepatan antara lain penerapan program KKB di 10 provinsi meliputi Sumatra Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur. 

"Pemilihan 10 provinsi tersebut dikarenakan menyumbang kontribusi yang cukup besar sekitar 70 persen terhadap penambahan jumlah penduduk di Indonesia," beber dia.  

Nafsiah menambahkan, upaya untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata perlu mendapat perhatian. Karena hingga saat ini masih banyak masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan KB yang berkualitas, tapi belum terlayani semua. 

"Kesenjangan pelayanan KB yang berkualitas harus bisa diatasi dengan tepat dan benar. Pelayanan KB di Puskesmas, Klinik, dan RS, baik pemerintah maupun swasta harus menjadi perhatian," ujar Nafsiah.

Karena itu, ia menuturkan perlu untuk mengintegrasikan KB dalam program-program terpadu di masyarakat seperti Posyandu. 

"Program kependudukan dan KB harus menjadi prioritas oleh Pemerintah Daerah. Bahwa program ini sesuai perundangan juga menjadi urusan wajib Pemerintah Daerah. Di samping itu, perlu dilakukan pendekatan kepada para tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh adat sehingga mindset keluarga terhadap besaran jumlah anak ideal yang diinginkan," tandas Nafsiah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement