Rabu 23 Jan 2013 18:02 WIB

Kapolri Minta Masyarakat Sumbawa tak Mudah Terhasut

Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo berbicara pada rilis akhir tahun 2012 di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (28/12).
Foto: Republika/Prayogi
Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo berbicara pada rilis akhir tahun 2012 di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (28/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Timur Pradopo meminta masyarakat Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), tidak mudah terhasut isu-isu suku, ras, agama dan antar-golongan (SARA) yang tidak bertanggung jawab.

Hal itu dikatakan Kapolri di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/1), menanggapi terjadinya kerusuhan di Sumbawa Besar, Kabupaten Sumbawa, Nusa tenggara Barat, Selasa siang (22/1). "Jadi saya minta masyarak khususnya di wilayah Sumbawa Besar jangan terpancing dengan isu-isu seperti itu," ujarnya.

Akibat kerusuhan yang melibatkan ratusan orang tersebut, menurut dia, aparat telah mengamankan 90 orang perusuh, dan akan dimintai keterangan. "Kan ada yang merusak penjarahan dan yang di toko kemudian kita proses sesuai ketentuan hukum," ucapnya.

Ia menambahkan, berdasarkan laporan yang ia terima pukul 07.00 WIB, kondisi di Sumbawa telah kondusif, dan kegiatan masyarakat telah berjalan dengan normal.

Sementara itu, Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) menerangkan kerusuhan dipicu isu-isu SARA yang tidak benar yang diembuskan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.

Kronologis peristiwa tersebut dimulai dari kecelakaan lalu lintas pada Sabtu 19 Januari 2013 sekitar pukul 23.00 WITA di jalan raya jurusan Sumbawa-Kanar kilometer 15-16 di dekat tambak udang Dusun Empang, Kecamatan Labuhan Badas, Kabupaten Sumbawa.

Sepeda motor Yamaha Mio DK-5861-WY yang dikendarai Anggota Polri Brigader I Gede Eka Swarjana (21) yang memboncengkan Arniati (30) melaju dari arah Kanar menuju arah Sumbawa, dan ketika tiba di dekat tambak udang itu, kendaraan selip, dan terjatuh ke kanan jalan. Kecelakaan tersebut mengakibatkan, I Gede Eka Swarjana masuk Rumah Sakit, sementara Arniati kemudian meninggal dunia.

Dari peristiwa tersebut kemudian menyebar isu terjadinya perkosaan dan pembunuhan oleh anggota kepolisian. Apalagi diketahui Anggota Polri Brigader I Gede Eka Swarjana beragama Hindu sementara Arniati beragama Islam, yang kemudian memberi bumbu SARA dalam isu yang terus berkembang.

Hal itulah kemudian memicu demonstrasi dan protes yang berujung kerusuhan oleh sekitar 500 orang yang menyerang salah satu kelompok masyarakat pada Selasa siang (22/1), sekitar pukul 13.30 WIB.

Dalam aksi penyerangan itu, sejumlah tempat ibadah agama tertentu dirusakkan massa yang termakan isu. Rumah dan toko pun di beberapa lokasi menjadi sasaran amukan warga, hingga beberapa rumah yang dihuni komunitas tertentu dibakar massa, dan sejumlah kendaraan juga dirusakkan massa yang terbakar emosi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement