Jumat 11 Jan 2013 20:37 WIB

Warga Keluhkan Aktifitas Penambangan Pasir Merapi

Rep: Andi Ikhbal/ Red: Chairul Akhmad
Salah satu tempat penambangan pasir (ilustrasi).
Foto: Antara/Yusran Uccang
Salah satu tempat penambangan pasir (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Aktivitas penambangan pasir di kawasan Kali Gendol, Lereng Merapi, Cangkringan dinilai menganggu ketenangan warga.

Pasalnya, kegiatan normalisasi itu berlangsung selama 24 jam, sehingga menimbulkan kebisingan dan ketidaknyamanan waktu istirahat masyarakat.

Warga Dusun Geblok, Wukirsari, Cangkringan, Susanto (31) mengatakan, padahal jam operasional mereka dibatasi hingga pukul 18.00 WIB.

Namun, kendaraan yang mengangkut hasil tambang itu kerap kali beroperasi hingga malam hari. “Kami sangat mengeluhkan hal tersebut,” ucjarnya pada wartawan, Jumat (11/1).

Dia menyatakan, warga tentunya membutuhkan ketenangan untuk berisitirahat di malam hari. Karena itu, dia meminta pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman, segera menertibkan pelanggaran jam operasional penambangan pasir tersebut.

Selain itu, Susanto juga menyoroti soal muatan truk yang selalu melebihi batas. Menurutnya, sejumlah ruas jalan penghubung antardesa mulai berlobang dan rusak. Dengan begitu, akses masyarakat pun menjadi terganggu.

“Keberadaan mereka juga sering menimbulkan kemacetan, karena tidak ada aturan dalam melewati jalur,” katanya.

Terkait hal itu, Camat Cangkringan, Bambang Nur Wiyono, membenarkan bila bukan hanya aturan waktu yang dilanggar, namun juga aturan kapasitas muatan. Karena itu, pihaknya kerap kali melakukan beberapa upaya sosialisasi dan imbauan kepada para penambang tersebut.

Pasalnya, dampak tersebut sebenarnya bukan hanya merugikan masyarakat, namun terhadap diri mereka sendiri ke depanya. Salah satunya, yakni saat material pasir tumpah tercecer di aspal, itu akan mengakibatkan jalan menjadi licin.

“Itu akan menyulitkan mereka saat harus mengerem kendaraannya, dan potensi kecelakaan lalu lintas menjadi tinggi di kawasan tersebut,” kata Bambang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement