Rabu 09 Jan 2013 08:26 WIB

TKI Kokom Lima Tahun Hilang Kontak

Rep: Ita Nina Winarsih / Red: Setyanadivita Livikacansera
Petugas melayani pengaduan keluarga TKI di kantor Pelayanan Pengaduan TKI di Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jakarta.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petugas melayani pengaduan keluarga TKI di kantor Pelayanan Pengaduan TKI di Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Masalah yang mendera Tenaga Kerja Indonesia (TKI) seakan tak pernah ada habisnya. Kali ini menimpa Kokom Komariah (35 tahun), TKI asal Kampung/Desa Depok RT 17/06, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta, Jabar.

Kokom telah kehilangan kontak sejak lima tahun yang lalu. Inah (55 tahun), ibu kandung Kokom mengatakan, anaknya berpamitan kepada keluarga untuk bekerja di negeri jiran, Malaysia. Kokom nekad meninggalkan kampung halaman untuk mengubah nasib perekonomian keluarga.

"Anak saya ini, meninggalkan tiga anak. Kini mereka kehilangan ibunya," ujar Inah dengan berlinang air mata," Rabu (9/1).

Diakui Inah, anaknya berangkat jadi TKI sejak pertengahan Agustus 2007 lalu. Dia berangkat melalui PJTKI PT Al Faha, di Jakarta Selatan.

Sejak keberangkatannya, selama enam bulan pertama Kokom sering memberi kabar kepada keluarga. Melalui sebuah surat maupun telepon jarak jauh. Bahkan, sempat mengirim uang beberapa kali ke anak-anaknya.

 

Namun, menginjak bulan ke tujuh keluarga kehilangan kontak. Sampai saat ini tak ada kabar apapun tentang Kokom. Seolah-olah dia lenyap tertelan bumi.

Keluarga berharap, Kokom segera pulang ke tanah air. Sebab, ketiga anaknya sangat menantikan kehadiran ibu mereka.

Terkait dengan banyaknya masalah yang mendera TKI asal Purwakarta, Bupati Dedi Mulyadi mengaku, TKI yang bermasalah itu mayoritas yang berangkat lima sampai 10 tahun yang lalu. Bahkan, setelah ditelusuri terkadang mereka menggunakan identitas palsu. Seperti, KTP asal kabupaten lain.

"Bila identitasnya sudah palsu, kita bingung mencarinya," ujar Dedi.

Karena itu, untuk meminimalisasi kasus TKI pihaknya telah membuat moratorium, khususnya perempuan. Jadi, setiap kepala desa atau camat dilarang membuat surat rekomendasi izin untuk para calon TKI. Kecuali, mereka menggunakan jalur yang legal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement