REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus korupsi pembangunan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang,Bogor.
"Diperiksa sebagai saksi untuk DK (Deddy Kusdinar) dan AAM (Andi Alifian Mallarangeng)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Selasa (8/1).
Pasek yang datang ke gedung KPK sekitar pukul 09.00 WIB itu tidak banyak berkomentar tentang kedatangannya itu. "Membantu KPK membongkar Hambalang," kata Pasek singkat.
Saat proyek Hambalang berlangsung pada 2010, Pasek masih menjadi anggota Komisi X, komisi yang membawahi soal pendidikan dan olahraga.
Pasek juga berasal dari Fraksi Partai Demokrat yang merupakan asal partai mantan menteri pemuda dan olahraga Andi Alifian Mallarangeng yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut karena sebagai Pengguna Anggaran (PA) dianggap menyalahgunakan kewenangan dalam pengadaan barang.
Pada kasus Hambalang, pada har yang sama KPK juga memeriksa direktur CV Rifa Medika Lisa Lukitawati Isa yang telah dicegah pergi ke luar negeri sejak 19 Juli 2012. Perusahaan tersebut adalah penyedia jasa konsultasi, perlengkapan kesehatan serta pelatihan simulasi pendidikan kesehatan.
Hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan bahwa nilai kerugian negara karena proyek Hambalang adalah Rp243,6 miliar.
Dalam audit tersebut disebutkan bahwa pada Agustus 2009, Sesmenpora Wafid Muharram mengontak Lisa Lukitawati sebagai tim asistensi Kemenpora untuk menghitung rancang awal bangunan RAB pekerjaan fisik bangunan 'sport center' Hambalang.
Pada proyek tersebut, KPK telah menetapkan dua tersangka yaitu mantan Menpora Andi Mallarangeng selaku Pengguna Anggaran dan mantan Kabiro Perencanaan Kemenpora Deddy Kusdinar selaku Pejabat Pembuat Komitmen saat proyek Hambalang dilaksanakan.
Pada 2009, anggaran pembangunan proyek diusulkan menjadi sebesar Rp1,25 triliun sedangkan pada 2010 kembali diminta penambahan kebutuhan anggaran menjadi Rp1,175 triliun melalui surat kontrak tahun jamak dari Kemenkeu.
Dari kebutuhan anggaran sebesar Rp 1,175 triliun, hanya Rp 275 miliar yang mendapat pengesahan. Jumlah itu berasal dari APBN 2010 sebesar Rp 125 miliar dan tambahan Rp 150 miliar melalui APBN-Perubahan 2010. Anggaran tersebut bahkan bertambah menjadi Rp 2,5 triliun karena ada pengadaan barang dan jasa.