REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Larangan bantuan untuk madrasah oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menimbulkan keresahan bagi pengelola madrasah. Mendagri dinilai melupakan fungsional dari adanya madrasah.
Madrasah juga merupakan lembaga pendidikan. Sebab itu, mendagri dinilai melupakan aspek fungsi keberadaan madrasah. Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Nur Syam berharap, mendagri menyikapi masalah madrasah secara bijak. Sebab, madrasah merupakan lembaga yang menjadi tempat anak bangsa mengenyam pendidikan.
Nur Syam menambahkan, dalam Undang-undang, tidak membedakan masalah pendidikan. Harusnya, tambah dia, aturan di bawahnyapun juga tidak diskriminatif. Dari kasus ini, aspek sentralisasi tidak penting, yang harus ditonjolkan justru aspek fungsionalnya.
"Di sini aspek fungsi lebih penting dibanding aspek pembedaan aturan sentralisasi," kata Nur Syam, Ahad (6/1).
Nur Syam menambahkan, adanya madrasah sangat membantu daerah untuk meningkatkan aksesibilitas pendidikan di daerah. Artinya, tegas Nur Syam, harusnya APBD juga dapat diakses untuk membiayai madrasah. Sebab, anggaran Kementerian Agama sangat terbatas untuk membantu pembiayaan madrasah di daerah.
Saat ini, tambah Nur Syam, madrasah negeri di Indonesia jumlahnya hanya sekitar 10 persen. Sisanya, 90 persen lainnya merupakan madrasah swasta. Untuk anggaran madrasah negeri, sudah dibebankan pada satuan kerja kementerian agama di seluruh Indonesia. Untuk madrasah swasta, pengelolaannya dibawah pemerintah pusat dan Kakanwil.
"Saat ini anggaran madrasah di Kemenag sekitar 2-2,5 triliun. Jumlah itu sangat sedikit dibanding jumlah madrasah sekitar 67 ribu," tambah Nur Syam.