REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung Oki Hajiansyah Wahab menegaskan upaya pelarangan liputan jurnalis oleh Wali Kota Bandarlampung Herman HN termasuk pelecehan hak publik dalam mendapatkan informasi.
"Media dalam melaksanakan fungsi pengawasan sebagaimana amanat Undang-Undang Pers mungkin saja melakukan kesalahan, namun respon terhadap hal tersebut bukanlah dengan menutup akses informasi secara angkuh," ujarnya, di Bandarlampung,Selasa.
Menurut Oki Hajiansyah Wahab menambahkan, respons yang benar adalah dengan hak jawab dan atau hak koreksi.
"Pelarangan dalam esensi terdalam adalah pelecehan hak publik untuk tahu kinerja pesuruh rakyat," tegasnya.
Terhitung sejak Rabu (26/12), Wali Kota Herman HN menurut sejumlah jurnalis setempat menyampaikan pelarangan itu, sehingga jurnalis Tribun Lampung Reni Fitriyani yang biasa menghimpun informasi di lingkungan Pemkot Bandarlampung tidak lagi bisa melakukan peliputan.
Pemicu pelarangan tersebut menurut sejumlah pengurus AJI Bandarlampung, ialah kekecewaan Herman HN atas pemberitaan Tribun Lampung yang aktif memberitakan dugaan kasus korupsi pada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) tempat Herman HN pernah bertugas sebelum menjadi Wali Kota Bandarlampung.
Menanggapi hal itu, sejumlah akademisi beberapa perguruan tinggi di Indonesia yang merupakan relasi AJI Bandarlampung menyatakan mendukung upaya yang telah dilakukan untuk melawan tirani informasi.
"Setiap tindakan pejabat publik harus dapat diawasi oleh rakyat. Media adalah sarana kontrol tersebut," ujar Dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Jawa Tengah, Manunggal K Wardaya.
Jika benar ada kaitan antara pelarangan dan sorotan media tehadap kinerja Wali Kota, maka kebijakan tersebut adalah cerminan tindak otoriter dan ketidakmauan pejabat publik untuk akuntabel terhadap rakyat," ujar Manunggal pula.
"Saya dukung upaya menentang/melawan pelarangan liputan di lingkungan Pemda Bandarlampung. Bawa kasus tersebut ke kepolisian karena pidana menghalangi kerja jurnalis sebagaimana diatur dalam UU PERS 40/1999," kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya Herlambang P Wiratraman.
Kandidat PHd Universitas Leiden, Belanda itu melanjutkan, kasus pelarangan semacam itu menunjukkan karakter pemerintahan yang anti demokrasi dan tidak memahami hukum maupun fungsi pers.
"Terus semangat berjuang untuk kebebasan pers," ujar Herlambang.
Sementara Pemerintah Kota Bandarlampung menyangkal telah memboikot wartawan media lokal untuk melakukan peliputan di lingkungan pemerintahan daerah itu.
"Tidak ada satu media pun yang dilarang melakukan peliputan di lingkungan Pemkot," kata Humas Pemerintah Kota Bandarlampung Paryanto saat dikonfirmasi di Bandarlampung, Senin (31/12).
Menurut Paryanto, pihaknya tidak menerima instruksi dari Wali Kota Bandarlampung Herman HN terkait larangan satu media lokal untuk melakukan peliputan di lingkungan Pemkot.
"Buktinya dua hari ini wartawan media itu masih menulis berita terkait kegiatan di lingkungan Pemkot," ujarnya.
Namun pihaknya membenarkan bahwa instansi tersebut tidak lagi berlangganan koran media tersebut.