REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Pimpinan Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang Jawa Timur, Sholahuddin Wahid alias Gus Solah tidak sepakat dengan seruan Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia agar masyarakat menunda membayar pajak.
“Secara pribadi maupun institusi saya tidak sepakat dengan seruan itu,” kata Gus Solah kepada Republika di Jakarta, Ahad (30/12).
Gus Solah mengatakan seruan menunda membayar pajak bisa berdampak buruk bagi kehidupan bernegara. Pasalnya mayoritas biaya belanja negara diperoleh dari pajak yang dibayarkan masyarakat.
Kendati begitu, Gus Solah sepakat bila alokasi penggunaan dana pajak sebaiknya diarahkan pada hal-hal yang lebih bermanfaat untuk publik. Saya setuju kalau pajak tidak untuk membayar hutang bank. Tapi menolak untuk boikot, ujarnya.
Sebelumnya sejumlah tokoh seperti anggota DPR Lily Wahid, Sekjen Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia (APPI), Sasmito Hadinagoro, mantan Danpuspom Mayjen Purn. Syamsu Djalal, serta mantan Direktur Bais ABRI, Laksamana Mulyo Wibisono menyerukan agar masyarakat menunda membayar pajak.
Hal ini karena dikabarkan sekitar Rp 60 triliun uang pajak yang disetorkan masyarakat digunakan pemerintah untuk membayar obligasi bunga bank. Padahal obligasi bunga bank merupakan tanggung jawab pemilik bank.