REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mursalin Yasland
Bumiku tanoh Lampung kulawi
Panjak wah-wah di nusantara
Tani tukun sangun jak jebi
Tanoh Lampung tanoh lada
Sepenggal bait syair "Lampung Tanoh Lado" karya Fatsyahbudin itu, yang dipopulerkan penyanyi nasional tahun 1970-an, Andi Achmad Sampurnajaya, setidaknya mengingatkan kejayaan lada di Lampung. Komoditas rempah-rempah jenis lada di tanah Lampung ternyata sudah tersohor di nusantara sejak zaman kolonial.
Para pedagang asing zaman itu rela merapatkan kapalnya ke bumi Lampung, karena tertarik lada hitam (black paper) produksi perkebunan petani daerah ini. Sehingga, lada hitam menjadi komoditas dagang primadona Lampung.
Masa emas lada hitam Lampung terus tergerus, seiring perkembangan teknologi pertanian yang semakin global. Luas area dan kapasitas perkebunan lada hitam petani ikut merosot. Dampaknya, produktivitasnya kian menurun, usia pohon lada pun semakin tua.
Regenerasi perkebunan lada yang digerakkan pemerintah di wilayah ini semakin lambat, dan bahkan sama sekali tidak terpikirkan, sementara perkebunan komoditas pertanian lain merajalela, meski belum tentu berdampak positif bagi kesejahteraan petani.
Upaya mengembalikan kemasyhuran sejarah 'Lampung Tanoh Lado' kembali gencar dari Dinas Perkebunan (disbun) Lampung. Pihaknya akan merehabilitasi tanaman lada guna mencegah komoditas unggulan tersebut punah. Kendala yang dihadapi dinas ini, yakni tanaman ini mengidap penyakit busuk pangkal batang. Penyakit ini berkontribusi besar penurunan produksi.
Kepala Disbun Lampung Sutono, mengatakan salah satu penyebab turunnya produksi lada hitam Lampung karena jumlah tanaman saat ini hanya 400 batang per hektare. "Padahal idealnya 1.600 batang per hektare," kata Sutono di Bandar Lampung, Jumat (28/12).
Selain luas sebaran tanaman lada yang mengerucut, ia juga menyebutkan usia tanaman ini sudah tua. Saat ini produktivitas kebun lada Lampung hanya sekitar 466 kilogram (kg) per hektare. Sementara di Vietnam produktivitas sudah mencapai dua ton per hektare.
Masalah penyakit yang menyerang pangkal batang juga belum bisa dikendalikan hingga saat ini. Pihak Disbun Lampung saat ini sedang menyusun rencana program agar kejayaan lada hitam Lampung yang sudah terkenal dari sejak dahulu kala bisa kembali lagi. “Pemerintah harus meremajakan dan pembenahan budi daya lada," kata mantan Sekdakab Lampung Selatan ini.
Untuk merehabilitas lada ini, Sutono mengatakan harus mengendalikan penyakit busuk pangkal batang dengan mengotimalkan unit pelayanan teknis daerah (UPTD) Perlindungan Tanaman. Keberadaan lembaga khusus yang menangani hal seperti ini mutlak diperlukan agar lebih terpadu dan terarah.
Disbun akan menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi, badan penelitian, dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk menyusun model usaha budi daya lada yang baik. Akan dibentuk tenaga penyuluh pendamping petani guna mensupervisi petani mengimplementasikan budi daya lada yang baik tersebut.
Pembiayaan rehabilitasi harus sinergi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten sentra lada di Lampung, seperti Kabupaten Lampung Timur, Lampung Utara, dan Lampung Tengah. Ia mengimbau pemerintah kabupaten untuk mengalokasikan anggaran yang signifikan terhadap sektor perkebunan secara umum.
Dari tujuh juta penduduk Lampung, setidaknya 3,5 juta jiwa hidup dari sektor perkebunan. Sementara luas kebun lada di Lampung mencapai 63.700 hektare dengan total produksi 23.239 ton per tahun, serta dikerjakan oleh 106.166 keluarga pekebun. Pada era 1990-2000-an, produksi lada hitam Lampung bisa mencapai di atas 30 ribu ton per tahun.