Jumat 28 Dec 2012 15:56 WIB

KALEIDOSKOP DAERAH 2012: Sengketa Lahan di Mesuji Berunjung Pembantaian

Ketua Adat Masyarakat Mesuji, Wan Mauli bersama warga korban kekerasan oknum TNI-Polri saat mengadukan nasibnya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Kamis (15/12).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Ketua Adat Masyarakat Mesuji, Wan Mauli bersama warga korban kekerasan oknum TNI-Polri saat mengadukan nasibnya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Kamis (15/12).

REPUBLIKA.CO.ID, MESUJI -- Mesuji, Lampung, bergejolak. Kasus penyerobotan tanah di Sungai Sodong, Mesuji, Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, berujung pada pembantaian.

Sayangnya, silang pendapat antara pemerintah dengan korban kekerasan Mesuji, membuat fakta semakin kabur.

Komisioner Komnas HAM, Ridha Saleh, mengatakan peristiwa di Desa Sungai Sodong dipicu konflik tanah. Pada 1997 terjadi perjanjian kerjasama antara PT SWA dengan warga, terkait dengan 564 bidang tanah seluas 1.070 hertare area milik warga untuk diplasmakan.

Perjanjian tersebut untuk masa waktu sepuluh tahun, setelah itu akan dikembalikan lagi kepada warga. Selama kurun waktu sepuluh tahun, setiap tahunnya warga juga dijanjikan akan mendapat kompensasi.

Namun perusahaan ternyata tidak memenuhi perjanjian tersebut. Akhirnya pada April 2011 masyarakat Sungai Sodong mengambil kembali tanah tersebut melalui pendudukan.

Tidak juga mengembalikan tanah tersebut, perusahaan malah menuduh pendudukan tanah warga tersebut sebagai gangguan. Kemudian, pada 21 april 2011, dua orang warga yakni Indra (ponakan) dan Saytu (paman) sekitar pukul 10.00 WIB keluar rumah berboncengan bertujuan ingin membeli racun hama.

Mereka melewati jalan poros perkebunan warga (bukan wilayah sengketa dan di luar Desa Sungai Sodong). Tidak ada yang mengetahui peristiwanya, tiba-tiba pada pukul 13.00 WIB tersebar kabar ada yang meninggal dua orang. Berita itu sampai ke warga Sodong termasuk keluarga korban.

Mendengar berita tersebut, keluarga korban termasuk paman dan adiknya langsung menuju TKP dan menemukan Indra terkapar di jalan dengan luka tersayat lehernya (tidak sampai putus) dan diduga ada tiga luka tembak, dua di dada dan satu di pinggang. Sementara Saytu ditemukan di dekat perkebunan kelapa sawit atau sekitar 70 meter dari jasad Indra, dengan posisi tengkurap dalam keadaan sekarat.

"Sabtu lalu ditanya adiknya siapa yang melakukan penganiayaan itu. Saytu menjawab yang melakukan adalah satpam, pam swakarsa, dan aparat," ungkap Ridha.

Lalu, sekitar pukul 14.00 WIB, sebagian warga mendatangi base camp perusahaan dan ber unjuk rasa di situ. Mereka mempertanyakan, serta meminta pertanggujawaban mengapa keluarga mereka dibunuh. Menurut pengakuan warga, kata Ridha, saat berdemo mereka tidak melakukan tindakan anarkis apalagi melakukan pembunuhan.

"Terkait dengan lima orang security perusahaan yang meninggal mereka tidak tahu. Ini yang harus diluruskan," kata Ridha.

Kekerasan di Mesuji kian meruncing, setelah muncul video yang memperlihatkan pemenggalan seorang warga. Bahkan bentrokan terjadi antara warga Mesuji dengan oknum aparat TNI dan Polri.

Secara terpisah Panglima TNI, Laksamana Agus Suhartono menyayangkan bergolaknya situasi di Mesuji akibat adanya pesan singkat atau SMS gelap yang beredar, jika TNI akan melakukan pelatihan militer di sekitar perbatasan Provinsi Lampung dan Sumatra Selatan.

Panglima menegaskan, tidak ada kegiatan TNI di wilayah perkebunan tersebut. "Saya sesalkan hal ini terjadi akibat SMS yang tidak bertanggung jawab, seolah TNI akan melakukan pelatihan di sana," kata Panglima di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (27/2/2012).

Mantan Kepala Staf Angkatan Laut ini mengatakan, penyebar SMS gelap tersebut tengah dicermati. Tak dijelaskan apakah TNI telah melaporkan hal ini kepada pihak kepolisian. Pada kesempatan itu, Panglima juga menegaskan, TNI tak akan terlibat dalam proses pengamanan di Mesuji, kecuali diminta oleh pihak Kepolisian. Kepolisian, sambungnya, tetap berada di garda terdepan terkait pengamanan di Mesuji.

"Permintaan (bantuan pengamanan) disesuaikan dengan eskalasi. Kalau sekarang kondisinya sudah mulai kondusif, terkendali, ya pasti kepolisian akan menanganinya sendiri," kata Panglima mengakhiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement