REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana untuk melarang peredaran minumas keras (miras) menimbulkan pro dan kontra. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Sumatra Utara Rahmat Shah mengatakan, usulan UU Miras yang kini sudah masuk dalam Prolegnas 2013 sangat mungkin direalisasikan.
Namun, Rahmat Shah mengingatkan, UU Miras jangan sampai memangkas atau bahkan membabat habis kearifan budaya lokal. Apalagi, hampir di semua daerah di Sumatra Utara mempunyai tradisi minum tuak atau minuman beralkohol dalam kegiatan adatnya. “Kalau nanti tiba-tiba dilarang seluruhnya, pasti akan ditolak dan dilawan,” ujar Rahmat.
Rahmat melanjutkan, kondisi di Sumatra Utara bukan berarti usulan UU Miras tidak bisa diimplementasikan di Sumut. Acara-acara tradisi yang kerap menyediakan minuman arak tidak bertujuan untuk melestarikan kebiasaan mabuk-mabukan. Kebiasaan minum arak hanyalah sebagai simbol kehangatan dan keakraban di antara kerabat.
Adat istiadat yang punya nilai simbolis luhur tersebut, kata Rahmat, tentu tidak bisa diberangus dengan pendekatan pidana melalui UU Miras. Masyarakat Sumut, terutama para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat, hanya perlu diberikan pemahaman melalui sosialisasi UU Miras yang komprehensif. Mereka hendaknya diberikan pemahaman bahwa UU Miras tidak bertujuan untuk menghentikan tradisi kebudayaan masyarakat. “Melainkan mengurangi atau membatasi saja,” ujar Rahmat.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan yang juga anggota Komisi III DPR Achmad Basarah berpendapat, draf RUU Miras masih lemah secara akademis. Karena itu, PDI Perjuangan meminta seluruh fraksi harus sungguh-sungguh membahas RUU tersebut.
Menurut Basarah, semua fraksi harus memfokuskan pembahasan pada latar belakang, tujuan, dan sasaran yang ingin diwujudkan melalui RUU Miras. Apalagi, kata dia, sampai saat ini belum ada pembahasan sama sekali terhadap naskah akademis RUU Miras.
Sebagai fraksi pengusul, Basarah meminta PPP untuk aktif menyosialisasikan draf RUU Miras kepada fraksi-fraksi lain dan masyarakat luas. Tanpa sosialisasi yang menyeluruh, RUU Miras bisa batal dibahas karena tidak ada persepsi yang seragam. Apalagi, selama ini ada pendapat yang menyatakan RUU Miras tidak perlu karena penyalahgunaan miras sudah diatur dalam KUHP.
"Sehingga, perlu diperdalam apa yang membedakan RUU ini dengan larangan penyalahgunaan minuman keras dalam KUHP itu," kata Basarah.