REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Biaya sosial masyarakat akibat kemacetan di Jakarta dan sekitarnya sampai saat ini diperkirakan mencapai Rp 68 triliun per tahun.
"Jumlah itu, mulai dari biaya bahan bakar, biaya kesehatan hingga polusi udara. Betapa borosnya kita hanya untuk kemacetan harus dikeluarkan sebesar itu," kata Chairman Infrastructure Partnership and Knowledge Centre Harun Al Rasyid Lubis dalam diskusi di Jakarta, Selasa (18/12).
Diskusi itu membahas soal Upaya Mengurai Kemacetan Lalu Lintas di Jakarta dan Sekitarnya Melalui Percepatan Penyelesaian Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta.
Menurut dia, saat ini di Jakarta, sebanyak 5-10 persen penghasilan keluarga dihabiskan untuk transportasi dan dibutuhkan 100 juta dolar AS untuk biaya pengobatan ISPA (gangguan reproduksi, kanker, paru-paru, serta perubahan genetic) yang disebabkan emisi kendaraan.
"Saya mencoba untuk memprediksi kembali estimasi biaya sosial kemacetan di Jakarta itu Rp 68 triliun/tahun atau Rp 186 miliar/hari," katanya. Jumlah sebesar itu, kata dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) ini, jauh meningkat dibanding 2003 sebesar Rp 17,2 triliun. Ia juga mengatakan, tak hanya di Jakarta, kemacetan pun terjadi di kota-kota besar lain.
Ia mencontohkan masyarakat kota Bandung pada tahun ini mengalami kerugian akibat kemacetan mencapai Rp 5 triliun/tahun atau Rp 14 miliar/hari. "Di mana-mana kemacetan itu ada, di luar negeri pun ada. Namun bedanya, kota-kota besar di luar negeri itu kemacetannya bisa dikendalikan, di kita enggak," katanya.
Oleh karena itu, tegasnya, diperlukan evaluasi menyeluruh yang komprehensif atas efektivitas perencanaan dan upaya pengembangan sistem transportasi di semua moda, baik jalan baru (tol/non-tol), flyover, pelebaran, peningkatan geometri persimpangan dan lainnya.