REPUBLIKA.CO.ID, TANAH LAUT -- Peneliti pada Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Ir Haryanto menyayangkan masyarakat Indonesia hanya mengenal dampak negatif dari nuklir.
Padahal sudah lama teknologi nuklir dikembangkan dan produknya digunakan, terutama di bidang kesehatan dan pertanian. "Di Indonesia nuklir hanya diketahui publik dari sisi negatifnya, sebagai bahan perusak dan senjata," katanya dalam gelar teknologi Iptek Nuklir Batan di Desa Sei Riam, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, Senin (17/12).
Dalam pikiran dan pemahaman publik di Indonesia kalau menyebut nuklir, terbayang bom atom Hirosima dan Nagasaki, atau reaktor nuklir Fukhusima yang bocor akibat gempa. Padahal, "Manfaat teknologi nuklir sangat besar dan positif untuk pengembangan benih padi dan perkebunan," katanya.
Di Indonesia, menurut Haryanto, teknologi nuklir sudah lama digunakan untuk penelitian di bidang pertanian. Batan sudah menghasilkan banyak benih padi dan perkebunan yang penelitian untuk pengembangannya dengan menggunakan teknologi nuklir.
Sementara di bidang kesehatan, teknologi nuklir juga banyak digunakan. Pun di bidang industri.
Haryanto menjelaskan Batan sudah lama mempunyai Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (Patir). Di laboratorium iptek Batan, nuklir diurai isotopnya. Isotop terbagi dua, yaitu aktif dan stabil. Isotop aktif itulah yang dijadikan radioaktif. Sedangkan yang stabil tidak digunakan.
Untuk penelitian dan pengembangan benih padi, peneliti menggunakan biji gabah (umumnya padi lokal yang berumur 6-9 bulan dan batang hingga lebih satu meter). Biji gabah tersebut kemudian diradiasi dengan sinar gamma dalam proses pemuliaan mutasi genetik di laboratorium Patir Batan.
Hasilnya tanaman padi lebih pendek batangnya, umur hanya sekitar 3 bulan dan produksi padinya bisa beberapa kali lipat serta berasnya pulen.