REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Umum PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), Dr Ali Masykur Moesa, menilai sejarah tentang G-30-S/PKI telah dijungkirbalikkan dengan laporan pelanggaran HAM dari korban G-30-S/PKI ke Komnas HAM.
"Ya, ada upaya menjungkirbalikkan sejarah G-30-S/PKI (dengan laporan ke Komnas HAM)," katanya dalam sambutan pada pelantikan dan musyawarah kerja PW ISNU Jatim yang dihadiri Mendikbud Mohammad Nuh dan Gubernur Jatim Soekarwo di Surabaya, Ahad (16/12).
Dalam acara yang juga dihadiri Ketua PBNU, H Saifullah Yusuf (Wagub Jatim), dan Ketua PWNU Jatim KH Mutawakkil Alallah serta pengurus ISNU se-Jatim itu, ia menjelaskan NU merupakan organisasi kemasyarakatan terdepan dalam menjaga keselamatan NKRI.
Menurut dia, NU juga merupakan ormas yang terdepan dalam menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas untuk mempertahankan keutuhan NKRI. "Jadi, NU berada di garis terdepan dalam mempertahankan negara ini, termasuk dari upaya pemberontakan PKI," katanya.
Bahkan, katanya, jasa-jasa NU yang sudah teruji itu selayaknya memposisikan kader NU untuk memimpin Indonesia (Pilpres), memimpin Jatim (Pilgub). "Komitmen NU terhadap NKRI sudah terbukti, karena itu saatnya NU memimpin Indonesia, saatnya NU memimpin Jatim," katanya.
Senada dengan itu, Ketua PWNU Jatim KH Mutawakkil Alallah menegaskan bahwa DPR dan pemerintah tak perlu meminta maaf atas laporan pelanggaran HAM itu. Menurutnya, kalau pemberontakan G-30-S/PKI itu tidak dicegah justru akan terjadi kudeta oleh PKI.
"Mereka memulai dengan Pemberontakan PKI di Madiun pada 1948, lalu tahun 1965, karena itu upaya melawan pemberontakan itu bukan pelanggaran HAM, sebab PKI itu bukan korban, tapi justru pelaku," katanya.
Ditanya upaya yang dilakukan PWNU Jatim untuk menyikapi laporan pelanggaran HAM itu, ia mengatakan pihaknya sudah menyurati sejumlah fraksi di DPR dan pemerintah untuk tidak menerima 'pemaksaan' untuk meminta maaf itu.
"Kami juga sudah menyurati Dewan Pers untuk meluruskan sejarah yang ditulis media massa terkait laporan pelanggaran HAM itu. Tulisan itu sepihak, karena menempatkan PKI sebagai korban, padahal PKI itu sesungguhnya pelaku pemberontakan," katanya.