REPUBLIKA.CO.ID, JAKARAT -- Ketua DPR, Marzuki Alie, meminta Gubernur DKI Jakarta, Jokowi Widodo untuk mempertimbangkan kembali rencana penerapan kebijakan penggunaan nomer ganjil genap pada kendaraan pribadi di beberapa ruas jalan utama di Jakarta.
Gubernur dimintanya untuk melihat fakta bahwa tanpa dipenuhinya kendaraan umum yang cukup dan manusiawi, kebijakan itu justru akan menimbulkan dampak yang luas dan membahayakan.
“Kita dukung penuh apapun kebijakan Jokowi sepanjang itu demi kepentingan masyarakat. Tapi dalam hal penerapan ganjil genap, menurut saya Jokowi harus mempertimbangkan ulang, karena dampaknya akan sangat luas pada masyarakat di Jakarta. Kebijakan ini tidak akan menghilangkan kemacetan Jakarta dan malah akan menimbulkan masalah baru,” ujar nya, Ahad (16/12).
Kebijakan itu menurut Marzuki lebih banyak mudharat daripada manfaatnya bagi masyarakat. Selama masalah angkutan umum atau transportasi masal tidak diselesaikan terlebih dahulu, maka kebijakan itu malah akan lebih menyusahkan rakyat secara umum, baik orang kaya, kelas menegah maupun orang miskin.
“Yah bagaimana caranya tiba-tiba masyarakat DKI Jakarta utamanya yang memiliki kendaraan bermotor cuma satu tiba-tiba tidak boleh menggunakan lagi kendaraannya setiap hari. Masyarakat akan bertumpuk di tengah jalan. Apa tersedia angkutan yang cukup untuk mengangkut masyarakat tersebut?” tambahnya.
Menurut Marzuki, orang kaya pun mau tidak mau terkena dampak dari kebijakan ini, meski mungkin tidak seperti orang umum lainnya. Jikapun ada rencana untuk mendatangkan sejumlah bus baru, namun tetap tidak akan mencukupi mengangkut masyarakat yang tidak lagi bisa menggunakan kendaraannya.
”Ini menyangkut kepentingan publik, jangan sampai ini menjadi masalah baru dan menjadi rusuh. Siapa yang bertanggung jawab jika masyarakat tidak bisa berangkat kerja ataupun melakukan kegiatan lainnya? Atau apa sekian juta masyarakat harus berjalan kaki atau naik sepeda?,” ujar Marzuki heran.
Marzuki tidak tahu apakah kebijakan ini akan diberlakukan juga kepara para pejabat negara, karena para pejabat negara memiliki undang-undang protokol yang ketat. Selain itu mobil pejabat negara selain memiliki nomor resmi, juga memiliki nomer sekneg.