REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kantor Urusan Agama (KUA) saat ini tengah mendapat sorotan tajam. Pasalnya, institusi di bawah Kementerian Agama itu masih berada dibawah rata-rata nilai Integritas Integritas Nasional (IIN) 2012 sebesar 6,35.
Salah satu permasalahan yang membuat KUA memiliki nilai IIN hanya 6,07 adalah soal gratifikasi yang diterima penghulu. Dalam aturan menurut Undang-Undang, biaya nikah yang diberikan ke penghulu hanya Rp. 30 ribu. Artinya, biaya yang diberikan ke penghulu melebihi jumlah itu dianggap sebagai gratifikasi. Dasarnya adalah pasal 12 B UU Tindak Pidana Korupsi.
Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abdul Jamill mengungkapkan, permasalahan itu memang sangat kompleks. Di satu sisi, penerimaan imbalan diatas Rp. 30 ribu dianggap sebagai gratifikasi.
Padahal, 80 persen masyarakat mengundang penghulu di luar hari kerja, Sabtu dan Minggu. Tidak hanya itu, masyarakat enggan menggunakan fasilitas KUA untuk menikah, karena lebih memilih mengundang penghulu ke rumah mereka.
Cara menimbulkan berbagai macam konsekuensi. Disisi lain, penghulu ditempatkan dalam persoalan pelik. Pasalnya, penghulu harus bersusah payah melayani semua keinginan masyarakat. "Dia diluar hari kerja, dan diundang kerumah. Jadi ada semacam ucapan terimakasih," kata Jamil di Jakarta, Rabu (12/12).
Namun semua tarikan-tarikan dari penghulu diatas Rp. 30 ribu itu tidak dibenarkan, tegas Jamil. Menurutnya, jika ada penghulu maupun KUA yang menarik lebih dari itu sudah melakukan pelanggaran dan dapat dikenai sanksi.
Bahkan, kalaupun semua biaya perjalanan penghulu menuju tempat pernikahan ditanggung oleh calon pengantin, tambah Jamil, juga tidak dibenarkan.
Saat ini, Kementerian Agama masih mengkaji semua kemungkinan menyelesaikan masalah itu. Untuk merumuskan kebijakan khusus bagi penghulu yang menikahkan calon pengantin di luar hari kerja, serta bukan di dalam gedung KUA yang sudah disediakan.
Kebijakan itu bisa jadi akan diambil dari sisi penganggaran. Minimal untuk mengganti biaya penghulu diluar hari kerja dan di tempat yang jauh.
"Kita sedang membuat formula yang dibenarkan secara hukum. Sedang kita kaji dengan Irjen (Inspektorat Jenderal Kemenag) soal itu," tambah Jamil.