REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional, Dr Nasir Tamara mengatakan demokrasi di Malaysia, masih belum mencapai tahap demokrasi seperti di Indonesia.
Jika melihat demokrasi, maka melihat parameternya. "Ada kebebasan berpendapat, demonstrasi lebih terbuka, dan adanya media atau pers sampai di kota-kota kecil," ujar Nasir kepada ROL, Rabu (12/12) malam.
Nasir menjelaskan jika melihat parameter tersebut, maka ukuran demokrasi di Malaysia masih kalah dibandingkan demokrasi di Indonesia. Di Indonesia, warga bebas melakukan demonstrasi, sedangkan di Malaysia, jika masyarakatnya akan berdemonstrasi, maka harus izin pemerintah.
Selain itu, lanjut Nasir, media seperti televisi, atau koran di Indonesia mudah dijumpai di kota kecil. Akses internet di Indonesia juga sudah bebas.
Kondisi tersebut, kata Nasir, berbeda halnya dengan Malaysia. Di Negeri Jiran, semuanya masih dikontrol negara.
"Jadi kalau diukur nilai skala satu sampai 10, nilai demokrasi di Malaysia masih lima, sedangkan Indonesia nilainya tujuh," ungkap Nasir.
Nasir menambahkan, meski demokrasi di Indonesia lebih tinggi dibandingkan Malaysia, tetapi demokrasi Indonesia memiliki kelemahan, yaitu masih dalam masa transisi.
Indonesia, menurut Nasir baru menerapkan demokrasi pada 1998. Sedangkan untuk mencapai demokrasi sempurna seperti AS dan Eropa setidaknya membutuhkan waktu sepuluh tahun lagi.
"Sedangkan partisipasi masyarakat di Malaysia juga masih rendah," ucap Nasir.
Tetapi, Nasir menilai demokrasi di Malaysia sudah lebih baik sejak beberapa tahun ini. Jadi demokrasi Malaysia masih punya harapan dan jadi sebuah keniscayaan artinya suatu saat akan terjadi.
"Seperti demokrasi di Mesir, Tunisia, dan negara Arab yang lain," ujar Nasir seraya menegaskan demokrasi memang membutuhkan waktu.