Senin 10 Dec 2012 14:55 WIB

Sumber Dana Parpol Jadi Potensi Korupsi

Rep: Amri Amrullah/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Bendera partai politik (ilustrasi)
Foto: PDK.OR.ID
Bendera partai politik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Tidak jelasnya sumber pendanaan partai politik (parpol) dinilai sebagian pengamat sebagai salah satu ruang terbukanya tindak pidana korupsi.

Kasus korupsi yang terjadi belakangan selalu terkait dengan penyimpangan pengelolaan dan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Daerah (APBN/APBD).

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair), Prof. Kacung Marijan mengatakan, selama ini tidak pernah diketahui secara jelas dari mana saja sumber pendanaan partai.

Padahal, undang-undang telah mengatur sumber pendanaan berasal dari iuran dan sumbangan dari kader, anggota dan simpatisan.

Namun dalam pelaksanaanya saluran itu tidak jalan. Bahkan, jelas dia, diduga beberapa oknum kader partai berusaha mengambil ruang penganggaran di dewan seperti badan anggaran (Banggar), sebagai sumber pendanaan partai.

"Kita bisa lihat di Banggar baik DPR/DPRD isinya bendahara-bendahara patai semua," katanya saat Seminar Nasional 'Mengkaji Keuangan Partai Politik, Mencari Gagasan Alternatif' Departemen Politik Fisip Unair, Senin (10/12).

Lebih lanjut ia mengatakan, sumber pendanaan parpol pun ternyata bersumber dari setiap pencalonan kepala daerah dan DPRD tingkat I dan II. Sehingga wajar apabila setiap kandidat yang akan maju sebagai calon kepala daerah atau angggota DPRD harus menyetor uang cukup besar untuk mendapat posisi calon dari partai tertentu.

"Politik kita ini selain berbiaya tinggi, juga alami pasar bebas. Dimana partai bisa mematok harga tinggi untuk para calon," ujarnya. Dan ini terjadi bukan hanya di Jakarta bahkan di semua daerah di Indonesia termasuk di Jawa Timur (Jatim). Karenanya ia mengusulkan menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim Agustus 2013 mendatang dan Pilkada ada baiknya sejak awal dana kampanye dibatasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement