Senin 10 Dec 2012 11:52 WIB

Korban Kekerasan Meningkat di 9 Daerah

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Indah Wulandari
Ketua Adat Masyarakat Mesuji, Wan Mauli bersama warga korban kekerasan oknum TNI-Polri saat mengadukan nasibnya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Kamis (15/12).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Ketua Adat Masyarakat Mesuji, Wan Mauli bersama warga korban kekerasan oknum TNI-Polri saat mengadukan nasibnya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Kamis (15/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Korban akibat tindak kekerasan di Indonesia kian meningkat.

"Periode Januari-April terjadi 2.563 insiden, 314 korban tewas, 2.135 orang cedera, 325 kasus perkosaan, dan 696 bangunan rusak," papar peneliti The Habibie Center Inggrid Galuh Mustikawati, Senin (10/12).

Ia menjelaskan, jika periode Januari-April 2012, isu yang menonjol adalah insiden kekerasan pilkada Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan sengketa tanah di Maluku Utara, Maka, periode selanjutnya isunya bergeser pada isu identitas dan sumberdaya.

Dibanding periode sebelumnya, imbuh Inggrid, periode ini jumlah kekerasan identitas meningkat lebih dari dua kali lipat dan dampak tewas akibat isu sumberdaya meningkat empat kali lipat. The Habibie Center merilis hasil penelitian terbaru di sembilan daerah periode Mei-Agustus 2012.

Sebanyak sembilan daerah itu mencakup NAD, Kalimantan Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulaweai Tengah, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Jabodetabek. Hasil penelitian itu mencatat 2.344 insiden kekerasan yang mengakibatkan 291 orang tewas, 2.406 cedera, dan 272 bangunan rusak.

Dari total insiden itu, konflik kekerasan mendominasi dengan terjadi 1.516 kasus. Persoalan kriminalitas sebanyak 601 insiden, harga diri sebanyak 495 insiden, dan main hakim sendiri sebanyak 380 insiden.

Pada periode ini, kekerasan didominasi insiden konflik (65 persen). Jenis kekerasan lain yang dipantau adalah kriminalitas (26 persen), kekerasan dalam rumah tangga (6 persen), dan kekerasan aparat (3 persen).

“Penelitian ini sebagai salah satu bagian program Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan,”terang Inggrid.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement