REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinasi antara Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK dinilai harus diperkuat dalam upaya pencegahan praktek korupsi di Indonesia.
Koordinasi yang semakin kuat sangat diperlukan karena tantangan akan semakin berat. “Mendekati Pemilu 2014 parpol membutuhkan uang banyak untuk kampanye, APBN terancam jika tidak diawasi,” ujar Koordinator Divisi Investigasi ICW, Agus Sunaryanto, dalam diskusi 'Polemik Korupsi di Negeri Ini' yang digelar di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (8/12).
Agus menuturkan, perlu upaya keras meminimalisir praktek korupsi, lantaran pencegahan belum terlalu optimal. Dari catatan pemerintah masih mendorong kepolisian dan kejaksaan untuk transparansi. Sedangkan KPK menurutnya harus berupaya mendorong agar kepolisian lebih profesional dan optimalisasi dalam memberi pelayanan kepada publik.
ICW mencatat jumlah kasus korupsi oleh penyelenggara negara cukup banyak, terutama di daerah yang ditangani kejaksaan dan kepolisian. Korupsi itu umumnya kelas menengah ke bawah.
Meski begitu, kepolisian dan kejaksaaan harus mulai mengambil langkah menjerat aktor politik. Sedangkan, kedua instansi tersebut masih sangat minim yang mampu menjerat aktor politik. Agus menilai KPK yang baru bisa melakukan hal tersebut.
Sedangkan kecenderungan angka korupsi menurun, namun tidak signifikan masih 'average'. Sementara, berdasarkan Indeks korupsi Transparency International Indonesia (TII), Indonesia dengan skor 32 berada pada urutan 118 dari 176 negara, dan di ASEAN, Indonesia berada di urutan keenam dari delapan negara.
Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengatakan dalam upaya mencegah dan memberantas praktek korupsi, perlu mempertahankan budaya malu. Selain itu, Ruhut menilai semua pihak harus mendukung KPK. "Perlu juga intropeksi dari DPR, Kepolisian, dan Kejaksaan," sebutnya.