REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) M Jumhur Hidayat mengakui para tenaga kerja Indonesia lemah di negeri jiran, Malaysia.
“Pemerintah Indonesia memberlakukan moratorium (penghentian sementara) penempatan TKI Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) ke Malaysia mulai Juni 2009 dengan mempertimbangkan lemahnya perlindungan TKI di negeri jiran itu,”ujar Jumhur, Selasa (4/12).
Namun kenyataannya, konsekuensi moratorium masih belum berjalan karena belum terpenuhinya kesepakatan perlindungan TKI antara kedua pemerintah. Upaya pemberangkatan TKI PLRT ke Malaysia pun memang tak urung hilang. Hal itu terlihat dari data jumlah TKI selama adanya moratorium ini. BNP2TKI memperkirakan sekitar 11 ribu TKI berhasil pergi ke Malaysia melalui pelayanan kelompok tertentu yang bekerjasama dengan pihak makelar pekerja di Malaysia.
Menilik kondisi ini, Jumhur menghendaki, penanganan keberangkatan TKI tidak berdokumen digalakkan dengan memperketat jalur-jalur keberangkatan TKI ke Malaysia. Fungsinya, selain untuk mencegah berkembangnya tindakan yang merugikan TKI, diperlukan kerjasama antar aparat kepolisian Indonesia dengan Malaysia.
“Kita harapkan upaya kepolisian Malaysia bekerjasama dengan satuan imigrasinya. Karena nasib dan kehormatan TKI harus diselamatkan baik dari jeratan maupun tindakan penawanan para pelaku tidak bertanggungjawab,” jelas Jumhur.
Konteksnya Jumhur menyampaikan apresiasi terhadap langkah otoritas keamanan Malaysia saat membebaskan para TKI dari penyekapan agensi perekrut tenaga kerja asing di sebuah gedung di Bandar Baru Klang, Selangor, Malaysia pada Sabtu (1/12) lalu .
Dalam operasi penggerebekan itu, polisi menangkap tiga pria berkewargaan Malaysia yang merupakan pegawai agensi, termasuk lima WNI dan empat orang berkebangsaan Kamboja serta Filipina sebagai supervisor agensi di lokasi tersebut. Sementara itu, dari 105 tenaga kerja asing yang diselamatkan, 95 orang diantaranya TKI sektor informal.