Selasa 04 Dec 2012 12:11 WIB

Pusat Perdagangan Gunakan Mata Uang Asing? Masih Banyak

Rep: Heri Purwata/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Dolar AS. Masih banyak tempat perdagangan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang menggunakan mata uang asing, meski bertentangan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011.
Foto: Antara/Prasetyo Utomo
Dolar AS. Masih banyak tempat perdagangan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang menggunakan mata uang asing, meski bertentangan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Saat ini masih banyak tempat perdagangan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang menggunakan mata uang asing. Padahal praktik itu bertentangan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011.

Situasi itu diungkapkan Wibawa Pram Sihombing, Kapala Sub Direktorat Perencanaan dan Pengendalian Kas Direktorat Jendral Perbendaharaan, Kementerian Keuangan pada Sosialisasi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 di Yogyakarta, Selasa (4/11). Selain Wibawa, tampil sebagai pembicara dalam sosialisasi ini Hernowo Kuntoaji, Asisten Direktur Pengedaran Uang Bank Indonesia; Zufrullah Salim, Pakar Perundang-undangan dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia.

Tempat- empat perdangangan yang menggunakan mata uang asing itu, ungkap Wibaya,  di antaranya, pusat perbelanjaan Glodog, Jakarta dan tempat pedagangan di Pulau Batam. "Kita telah menelusuri dan di sana tidak ada komponen asing yang digunakan, karena itu tidak termasuk pengecualian dan dilarang undang-undang," kata Wibawa.

Penggunaan mata uang asing di wilayah NKRI, kata Wibawa, melanggar filosofi dari pembuatan uang. "Uang merupakan alat pembayaran yang sah dan alat pengukur harga dalam memajukan perekonomian. Uang juga sebagai simbol kenegaraan dengan adanya lambang negara Garuda Pancasila dan kalimat Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Wibawa.

Sedangkan landasan sosiologis, lanjut Wibawa, uang harus diterima setidak-tidaknya di negara yang bersangkutan dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. "Karena itu, tidak boleh yang menolak uang rupiah dalam transaksi keuangan di wilayah NKRI," katanya.

Sementara Zafrullah Salim mengatakan saat ini masyarakat Indonesia masih rendah dalam menghormati rupiah. Karena itu, desain baru uang rupiah di masukkan lambang Garuda Pancasila dan kalimat Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Kedepan kita mengharapkan agar masyarakat bisa lebih menghargai uang rupiah dan menyimpannya dengan baik, agar tidak cepat kusut atau berlobang," kata Zafrullah Salim.

Menurut Salim, bagi warga yang tidak menggunaka uang rupiah di wilayah NKRI, merupakan pelanggaran terhadap pasal 33 dan 34 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011. Mereka diancam pidana kurungan paling lama satu tahun, dan denda paling banyak Rp 200 juta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement