Sabtu 01 Dec 2012 23:31 WIB

Hari Ini OPM Berusia 50 Tahun

Rep: Gita Amanda/ Red: M Irwan Ariefyanto
Bintang Kejora, bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Foto: napiremkorwa.blogspot.com
Bintang Kejora, bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Hari ini 1 Desember disebut-sebut sebagai hari lahir ke 50 Tentara Pembebasan Nasional, Organisasi Papua Merdeka (OPM). Meski hingga malam ini belum ada kejadian berarti, banyak pihak khawatir akan ada konflik lanjutan setelah sejumlah konflik terjadi beberapa waktu belakangan.

Kasus terakhir yang cukup mendapat sorotan tajam adalah tewasnya Kapolsek Prime, Papua, Rolfi 

Takubesi (48tahun) dan dua polisi lain. Diduga pelaku penyerangan berasal dari kelompok OPM.

Nama OPM memang kerap dianggap menjadi dalang kekerasan dan konflik yang terjadi di Papua. OPM 

merupakan  gerakan separatis yang didirikan tahun 1965. Kala itu tujuan utama pendirian organisasi 

ini hanya satu untuk mewujudkan kemerdekaan Papua  bagian barat dari pemerintahan Indonesia.

Sebelum era reformasi, provinsi yang sekarang  terdiri atas Papua dan Papua Barat ini dipanggil 

dengan nama Irian Jaya.Pada tanggal 1 Juli 1971, Nicolaas Jouwe dan dua komandan OPM lain, Seth 

Jafeth Raemkorem dan Jacob Hendrik Prai menaikkan bendera Bintang Fajar dan memproklamasikan 

berdirinya Republik Papua Barat. Namun republik ini  berumur pendek karena segera ditumpas oleh militer 

Indonesia, di bawah pemerintahan Presiden Soeharto.

Kesenjangan sosial yang begitu tajam antara penduduk aseli dan pendatang, serta eksploitasi 

yang terus terjadi di bumi Papua membuat OPM semakin ingin membebaskan Papua dari Indonesia. 

Terlebih adanya anggapan pihak OPM yang merasa tak memiliki hubungan sejarah dengan Indonesia. Konflik semakin berlarut kala, pemerintah terus mengirimkan  pasukan ke tanah Papua. Maka bentrokan antara OPM  dan militer pun kerap tak terelakkan.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Eva Kusuma  Sundari mengatakan, keamanan di Papua tak akan 

membaik selama jumlah aparat keamanan pemerintah yang dikirim berlebihan atau tak proporsional. 

Menurutnya sangat kontradiktif dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menyatakan 

pendekatan ke Papua sudah diubah dari pendekatan keamanan menjadi pendekatan kesejahteraan. "Saya mendukung usulan LIPI yang berdasarkan riset  panjang, bahwa penyelesaiannya (OPM) hanya satu 

yaitu dialog," ujar Sundari pada Republika.

Sementara itu Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai 

mengatakan, Presiden SBY telah menegaskan bahwa Pemerintah membuka komunikasi yang konstruktif dengan berbagai kelompok dengan menjalin dialog-dialog informal dan terbatas dengan segmen-segmen kelompok OPM.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement