REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gerakan satu hari tanpa BBM bersubsidi yang didengungkan pemerintah melalui Pertamina dinilai dapat memberi kerugian besar bagi pelaku industri. Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Cabang Tanjung Perak pun siap menolak rencana tersebut.
Seluruh anggota DPC Khusus Organda Tanjung Perak siap berhenti menjalankan 6.000 angkutan berat mereka selama satu hari penuh.
"Ancaman mogok operasional itu akan kami lakukan tanggal 2 Desember mendatang," tegas Ketua DPC Khusus Organisasi pengusaha angkutan darat (Organda) Cabang Tanjung Perak, Kodi Lamahayo, Senin.
Keyakinan itu, lanjut dia, karena penerapan Hari Tanpa BBM Subsidi tersebut hanya perlu menghitung hari. Akibatnya, seluruh anggota DPC Khusus Organda Tanjung Perak tidak memiliki persiapan untuk menimbun solar subsidi.
"Kami juga tidak ada dana untuk membeli solar nonsubsidi," tukas Kodi Lamahayo.
Sementara, kata dia, kini selisih harga antara solar nonsubsidi dan subsidi sangat jauh. Jika harga solar subsidi mencapai sekitar Rp 4.200 per liter, harga solar nonsubsidi berkisar antara Rp 9.200 hingga Rp 10.300 per liter.
"Di sisi lain, besaran kebutuhan solar yang diperlukan mencapai 300-500 liter per unit per hari," tuturnya.
Pihaknya berharap, pencanangan Hari Tanpa BBM Subsidi pada tanggal 2 Desember mendatang bisa dikaji ulang oleh pemerintah. Bila tetap diterapkan, masyarakat bisa menjadi korban akibat dampak keberlanjutan dari kondisi itu adalah kenaikan harga barang di pasar perdagangan.
"Daripada menetapkan Hari Tanpa BBM Subsidi lebih baik harga solar ditingkatkan. Kenaikan harga solar yang bisa kami jangkau, idealnya Rp 500 per liter," katanya.