REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Masyarakat Sipil mendesak KPK berani mengungkap dugaan penggelembungan dana di Kementerian Pertahanan. KPK diminta tidak berdalih tentang yurisdiksi di Kementerian Pertahanan yang bukan menjadi yurisdiksi KPK.
Juru Bicara Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Pertahanan dan Keamanan, Pungki Indarti, mengingatkan bahwa Kementerian Pertahanan adalah bagian dari institusi pemerintahan sipil yang juga menjadi yurisdiksi KPK.
"KPK tidak boleh takut dan harus berperan aktif dalam memanggil pejabat di Kementerian Pertahanan agar mau memberikan //performa invoice," ujarnya saat ditemui di Kantor The Indonesia Human Rights Monitor, Matraman, Jakarta, Senin (26/11).
Pungki menyebut performa invoice merupakan bukti utama untuk mengungkap kasus dugaan mark up. Untuk itu, KPK harus berani mengungkap dugaan kasus skandal Sukhoi yang sudah dilaporkan ke KPK ataupun dalam pengadaan barang dan alutsista lainnya di Kementerian Pertahanan.
"Kalau KPK tidak berani, itu artinya KPK tebang pilih dalam memberantas korupsi di Indonesia," ucap perempuan yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Imparsial ini.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai transparansi dan akubilitas di sektor pertahanan sangat rendah. "Dengan dalih rahasia negara, Kementerian Pertahanan berlindung menutupi dugaan penyimpangan yang terjadi," ujar Pungki.
Keterlibatan pihak ketiga alias broker juga menjadi persoalan yang mengakibatkan terjadinya dugaan mark up. "Hal ini bisa dilihat dalam kasus pembelian Sukhoi, dimana keterlibatan PT Trimarga Rekatama diduga membuat ketidakwajaran harga Sukhoi," ucapnya.