REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie mengatakan bahwa lembaga antikorupsi tidak dapat sendirian dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi.
"Lembaga antikorupsi tidak bisa sendirian dalam menjalankan tugas, selain harus mampu mendefiniskan keberadaan dan independensinya, lembaga ini harus dibantu untuk bisa menyelesaikan masalah korupsi," kata Marzuki Ali dalam pembukaan konferensi internasional berjudul "Principles for Anticorruptions Agencies" di Jakarta, Senin.
Konferensi yang diselenggarakan bersama KPK, Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Program Pembangunan (UNDP) dan Badan PBB untuk masalah Kriminalitas dan Obat Terlarang (UNODC) itu diselenggarakan pada 26-27 November 2012 dengan dihadiri 38 lembaga antikorupsi.
Menurut Marzuki, keterlibatan lembaga eksekutif dan legislatif diperlukan agar dapat mengontrol korupsi. "Banyak lembaga antikorupsi di negara lain yang belum berhasil melaksanakan tugas sesuai harapan publik karena tidak bisa menginvestigasi dan mengadili korupsi orang yang memiliki posisi politik kuat atau pimpinan pemerintahan, bahkan lembaga itu sering mendapat serangan balik dari luar," ungkap Marzuki.
Ia berharap agar KPK tidak ragu untuk bersikap independen dan memeriksa para petinggi negara bila mendapatkan bukti mengenai tindak korupsi yang dilakukan.
"Harapan kami, pimpinan KPK tidak ragu-ragu untuk berdiri tegak sebagai lembaga yang sangat independen dalam pemberantasan korupsi, kalau KPK masih gamang dengan persoalan independensi, ini adalah preseden pemberantasan korupsi; tidak boleh ketua DPR tidak disinggung-singgung bila ada bukti hukumnya silakan diproses," jelas Marzuki.
"Musuh" KPK
Ia membantah bahwa lembaga legislatif yang dipimpinnya adalah "public enemy" bagi KPK.
"Pihak yang mengatakan bahwa DPR adalah 'public enemy' KPK adalah teman-teman (wartawan), berita itu dipublikasikan dan membentuk opini tentang DPR, tapi sebenarnya silakan ditanyakan kepada masing-masing anggota DPR apakah memang memilik persepsi itu atau tidak. Nyatanya apa yang diminta KPK dipenuhi asalkan dikomunikasikan," ungkap Marzuki.
Sedangkan Ketua KPK Abraham Samad menyatakan bahwa KPK harus diberikan independensi yang cukup untuk dapat berfungsi secara efektif berdasarkan sistem hukum dan bebas dari intervensi dan pengaruh apa pun yang dapat mengganggu penegakkan hukum.
Selain itu,lembaga antikorupsi juga membutuhkan dukungan aturan maupun sumber daya dalam memberantas korupsi.
"Beberapa lembaga penegak hukum antikorupsi di sejumlah negara sukses menjalankan tugas, namun tidak sedikit yang gagal; hasil riset membuktikan bahwa kesuksesan lembaga antikorupsi tergantung keseriusan pemerintah dalam perumusan dan pengesahan UU, alokasi anggaran dan sumberdaya yang cukup, pemberian independensi serta ketiadaan intervensi, dan sebaliknya kegagalan terjadi karena tidak ada 'political will' yang cukup dari pemerintah," tambah Abraham.
Nilai Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia berdasarkan lembaga "Transparency International" adalah tiga dengan rentang skor satu hingga 10, dengan angka satu menunjukkan negara yang tingkat korupsinya sangat tinggi sedangkan angka 10 artinya negara yang bersih dari korupsi.
Pada 2007, angka CPI Indonesia adalah 2,3; artinya memang ada peningkatan tapi kurang signifikan.
Bahkan menurut "Political and Economic Risk COnsultancy" (PERC) membuat survei bisnis 16 negara Asia Pasifik pada 2010 yang menempatkan Indonesia pada peringkat pertama negara terkorup dengan nilai 9,07 dari 10. Angka itu naik dari 7,69 poin pada 2009.