REPUBLIKA.CO.ID, BATANGHARI--Kawasan restorasi Hutan Harapan kini berada dalam kondisi kritis akibat terus berlangsungnya perambahan dan pembalakan liar oleh kelompok pendatang dari Jawa maupun daerah-daerah lainnya di Sumatra.
Aktivitas itu dilakukan dengan cara membakar dan menduduki lahan untuk kemudian ditanami kelapa sawit. Tindakan ini telah menghilangkan kawasan restorasi Hutan Harapan seluas 17 ribu hektare dan diyakini akan terus bertambah jika tidak dihentikan.
Perambah dan pembalak liar menggunakan alasan kemiskinan dan hak asasi manusia (HAM) sebagai dalih tindak tanduknya. Selain itu, pemilik modal, spekulan lahan, politisi hingga oknum aparat diduga turut mengeksploitasi kawasan restorasi pertama di dunia tersebut.
Kondisi yang jelas membuat semakin tingginya tantangan untuk mengelola Hutan Harapan. Head of Public Affair PT Restorasi Ekosistem Indonesia Surya Kusuma, di Batanghari, Kamis (22/11) mengatakan PT Reki selalu berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk mengatasi masalah ini.
Akan tetapi, Surya mengaku tindakan aparat terhadap pelaku tidak maksimal. "Memang lambat," kata Surya. Oleh karena itu, Surya berharap dengan kedatangan Menteri Kehutanan diikuti dengan implementasi berupa tindakan tegas terhadap perambah dan pembalak liar. Termasuk di dalamnya adalah penegakkan hukum terhadap dalang di balik ini semua.
Kapolda Jambi Brigjen Pol Ade Husein Kartadipura mengaku sulit mengatasi perambah dan pembalak liar di kawasan restorasi Hutan Harapan. Para pelaku, kata Ade, tidak akan melakukan perambahan dan pembalakan liar apabila terdapat patroli gabungan. "Jika tidak ada, dia berani masuk lagi.