Kamis 22 Nov 2012 19:55 WIB

Menkes: Sebagian Persoalan Gizi Tuntas

Rep: Indah Wulandari/ Red: Chairul Akhmad
Seorang bocah empat tahun yang diduga menderita gizi buruk.
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Seorang bocah empat tahun yang diduga menderita gizi buruk.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Persoalan gizi masyarakat masih menjadi prioritas pemerintah. Kementerian Kesehatan mengklaim sebagian dari masalah gizi berhasil diselesaikan.

Namun, Menkes Nafsiah Mboi mengakui, persoalan gizi seperti gizi kurang, anak tumbuh pendek dan gizi lebih belum dapat diselesaikan.

"Masalah gizi yang belum selesai adalah masalah gizi kurang dan pendek. Disparitas masalah gizi kurang menurut propinsi sangat lebar. Beberapa provinsi mengalami kemajuan pesat dan prevalensinya sudah relatif rendah. Tetapi beberapa provinsi lain  prevalensi gizi kurang masih sangat tinggi,” urai Nafsiah, Selasa (21/11) malam.

Nafsiah memaparkan, pada 2010 prevalensi anak stunting 35.6 %. Artinya, satu di antara tiga anak Indonesia kemungkinan besar tumbuh pendek. Sementara prevalensi gizi kurang telah turun dari 31% (1989), menjadi 17.9% (2010).

"Namun, capaian ini belum memenuhi target MGDs. Tapi kita optimis, prevalensi gizi kurang bisa menurun menjadi 15,5 persen pada 2015 nanti," ujarnya.

Menteri berusia 72 tahun itu menuturkan, faktor pengetahuan dan perilaku masyarakat sangat berpengaruh terhadap persoalan gizi kurang. Hal itu berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) tahun 2010. "Data lain juga menunjukkan prevalensi gizi kurang juga dipengaruhi tingkat pendidikan," kata dia.

Sementara itu, menyoal masalah gizi lebih, Nafsiah memaparkan hal tersebut menjadi persoalan baru yang terus mengalami peningkatan, beberapa tahun terakhir.

Prevalensi gizi lebih, baik pada kelompok anak-anak maupun dewasa, meningkat hampir satu persen setiap tahun. Prevalensi gizi lebih pada anak-anak dan dewasa, masing-masing 14,4% pada 2007 dan menjadi 21,7% pada 2010.

Menurut Nafsiah, secara umum pola konsumsi pangan masyarakat mengalami perubahan. Masyarakat makin jarang menjalakan pola makan dengan gizi seimbang.

"Perubahan gaya hidup juga menyangkut pola makan. Seperti kebiasaan makan di luar rumah, mengonsumsi pangan olahan, makan tidak seimbang antara lain tinggi minyak atau lemak atau gula, tapi rendah sayur dan buah," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement