Selasa 20 Nov 2012 21:03 WIB

Ramai-ramai Menolak Pembangunan Enam Ruas Tol Dalkot

Rep: Alicia Saqina/ Red: Djibril Muhammad
Tol dalam kota Jakarta.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Tol dalam kota Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Langkah Pemerintah yang akan bekerja sama dengan swasta dalam pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota (dalkot) sebagai salah satu langkah untuk mengurangi kemacetan tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Salah satunya dari Manajer Pengetahuan dari Satu Dunia (penguatan kapasitas komunikasi, informasi, dan pengetahuan organisasi masyarakat sipil), Firdaus Cahyadi. 

Menurut dia, justru pembangunan tersebut akan menjadi penyumbang polusi udara. Sebab pembangunan ruas jalan baru, hanya mengundang bertambahnya kendaraan pribadi. Total panjang enam ruas jalan tol dalam kota yang akan dibangun yaitu 67,42 kilometer. "Sementara per kilo (meternya) mengundang seribu kendaraan pribadi," ujarnya, di Jakarta, Selasa (20/11).

Alangkah lebih baik, lanjut dia, pemerintah memberdayakan transportasi massal. Ia menilai transportasi massalah yang mampu mengurangi kemacetan, dengan jalan memindahkan pemakaian kendaraan pribadi ke kendaraan umum. "Saya harap itu tidak dibangun," kata dia.

Belum lagi, Firdaus menjelaskan, dampak lain yang ditimbulkan dari pembangunan enam ruas tersebut. Selain kemacetan yang kian parah, pembangunan juga akan membebani ekologi lingkungan. Tidak hanya udara, air juga akan tercemar. 

"Berapa lagi biaya yang kita habiskan untuk kesehatan. Jalan untuk mereka, kita yang hirup asapnya," paparnya.

Bahkan Firdaus menerangkan, langkah pembangunan ini dikhawatirkan akan ditiru kota-kota ramai lainnya di Indonesia.

Pendapat yang sama juga disampaikan Direktur Kebijakan Perkotaan dari Public Virtue Institute, John Muhammad. 

Iamengatakan, pembangunan enam ruas tol tidak akan mampu kurangi kemacetan. "Lihat realitas traffic. Pembangunan enam ruas tol dan MRT berbarengan," kata dia.

John menjelaskan, pemerintah semestinya fokus terlebih dulu pada persoalan transportasi massal, seperti MRT, Transjakarta, ruang pejalan kaki, juga jalur sepeda. Lanjutnya, pembangunan ruas jalan tol yang merupakan kepentingan individual ini pun, tidak berinvestasi panjang untuk masyarakat.

Menurutnya bukan hanya prioritas pembangunan ruas itu sendiri saja yang salah. "Semangatnya saja sudah salah. Belum lagi realitas biaya dan analisis dampak lingkungan yang ditimbulkan," tandas John.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement